Oleh:
Wisber Wiryanto
(Peneliti Muda Pusat Kajian Manajemen Kebijakan LAN)
A. PENDAHULUAN
1. UU No.8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian telah diubah dengan UU No.43/1999, menekankan kompetensi PNS dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan pembinaan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat).
2. PP No. 101/2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS, merupakan kebijakan yang diterbitkan dalam rangka pengaturan Diklat PNS. Diklat PNS adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS. Meliputi: Diklat Prajabatan (Prajabatan Golongan I, II, III); dan Diklat dalam Jabatan (Diklatpim, Diklat Fungsional dan Diklat Teknis) yang berbasis kompetensi.
3. Dalam rangka pengembangan SDM aparatur guna memenuhi tuntutan kebutuhan penyelenggaraan pembangunan, pemerintah menyelenggarakan Diklat yang diperuntukkan bagi peningkatan kualitas PNS. Adapun tujuan diklat sebagai berikut:
a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai kebutuhan instansi;
b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Memantanpkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat.
d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola piker dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya pemerintahan yang baik.
4. Landasan yang mendasari kebijakan Diklat PNS adalah:
a. Diklat merupakan bagian dari sistem pembinaan dan pengembangan karir PNS.
b. Sistem Diklat meliputi identifikasi kebutuhan, perencanaan, pengembangan, penyelenggaraan, dan evaluasi Diklat.
c. Diklat diarahkan untuk mempersiapkan PNS agar memenuhi persyaratan jabatan yang ditentukan dan kebutuhan organisasi.
B. KEBIJAKAN TEKNIS PEMBINAAN DIKLAT PNS
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan dalam PP No. 101/2008 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS, telah disusun kebijakan teknis pembinaan diklat PNS meliputi akreditasi lembaga diklat; standar biaya; diklat prajabatan; dan widyaiswara, antara lain:
§ Akreditasi Lembaga Diklat
1. Peraturan Kepala LAN No. 3/2008 tentang Pedoman Akreditasi Lembaga Diklat Swasta Penyelenggara Diklat bagi PNS;
2. Keputusan Kepala LAN No. 194/XIII/10/6/2001 tentang Pedo-man Akreditasi dan Serifikasi Lembaga Diklat PNS;
§ Standar Biaya
3. Peraturan Kepala LAN No. 6/2007 tentang Standar Biaya Umum Diklat PNS Tahun 2008;
§ Diklat Prajabatan
4. Peraturan Kepala LAN No. 3/2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan Golongan I dan II;
5. Peraturan Kepala LAN No. 4/2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan Golongan III;
6. Peraturan Kepala LAN No. 5/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala LAN No. 2/2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat bagi Calon PNS yang diangkat dari tenaga honorer;
7. Keputusan Kepala LAN No. 543/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan Golongan III;
§ Diklat Jabatan
8. Keputusan Kepala LAN No. 193/XIII/10/6/2001 tentang Pedo-man Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS;
9. Keputusan Kepala LAN No. 199/XIII/10/6/2001 tentang Pedo-man Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II, dinyatakan sasaran Diklatpim Tingkat II;
10. Keputusan Kepala LAN No. 540/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III;
11. Keputusan Kepala LAN No.541/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV;
12. Keputusan Kepala LAN No. 542/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat I;
§ Widyaiswara
13. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 01/KEP/M.PAN/1/2001 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya;
14. Keputusan Bersama Kepala LAN dan Kepala BKN Nomor 598.A/I/10/6/2001 dan No. 39.A Tahun 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan mengenai Jabatan Fungsional Widyaiswara;
C. PEMBINAAN DIKLAT PNS: KOORDINASI
Kompartemen kediklatan (LAN, BKN, Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi, Pembina Jabatan Fungsional, Pembina Teknis, Penyelenggara Diklat), berkoordinasi dalam pengelolaan diklat Koordinasi melibatkan instansi-instansi sebagai berikut:
1. Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) melakukan Pengkajian bagi Perbaikan Sistem Kepegawaian Nasional. Khusus untuk pembinaan PNS yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dilakukan usaha:
(1) Meningkatkan kompetensi PNS dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab, secara bertahap, menuju standar internasional;
(2) Menyempurnakan sistem dan kualitas materi penyelenggaraan diklat PNS berorientasi kompetensi;
(3) Meningkatkan profesionalime PNS yang mencakup perencanaan kebutuhan dan persediaan serta pembinaan secara komprehensif, menyusun analisis kebutuhan diklat pimpinan, teknis dan fungsional, koordinasi pengembangan diklat, pengembangan jabatan fungsional substantif dan pola pembinaan karir yang terbuka, terarah, dan obyektif;
(4) Mengembangkan profesionalisme PNS melalui penyempurnaan aturan etika dan mekanisme penegakan hukum, menghindari perangkapan jabatan, pengembangan jabatan fungsional, diklat berbasis kompetensi dan lain-lain;
(5) Melaksanakan analisis jabatan (semua Kementerian, Departemen, LPND, Propinsi dan Kabupaten/Kota);
(6) Menyiapkan standar kompetensi dan persyaratan jabatan (Departemen, LPND, Propinsi dan Kabupaten/Kota);
(7) Mengembangkan sistem penilaian kemampuan PNS secara fair, transparan dan akuntabel.
2. Lembaga Administrasi Negara (LAN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 101/2000 diberi tugas dan tanggungjawab sebagai Instansi Pembina Diklat PNS, dan secara fungsional bertanggungjawab atas pengaturan. Koordinasi dan Penyelenggaraan diklat. LAN melakukan antara lain:
(1) Penyusunan Pedoman Diklat, Paket Diklat-diklat PNS meliputi: Pedoman Umum Diklat, Pedoman Teknis Diklat, Panduan Penyelenggaran Diklat, Bahan Ajar/Modul Diklat, Panduan Fasilitator, Bahan ajar/Modul Diklat, Alat/Uji Kompetensi Diklat
(2) Standarisasi dan Akreditasi Diklat dan Widyaiswara, meliputi:
a. Penetapan Standar Kualitas Diklat (Quality Standard). LAN telah menerbitkan 32 jenis pedoman Diklat sebagai standar kualitas Diklat.
b. Penjaminan Kualitas Diklat (Quality Assurance). Sejak 2001 LAN melakukan Akreditasi dan Sertifikasi lembaga diklat dengan 6 pilar diklat yaitu kelembagaan Diklat, program Diklat, SDM penyelenggara, widyaiswara, sarana dan prasaran diklat, dan peserta diklat. Dalam pengembangan kurikulum Diklat LAN telah mengeluarkan 16 jenis Paket Modul Diklatpim, Prajabatan, Diklat kewidyaiswaraan, MOT, TOC dan TNA. LAN mengem-bangkan SIDA dengan alamat http:/sida.lan.go. id
c. Pengawasan Kualitas Diklat (Quality Control) mencakup monitoring jaminan kualitas Widyaiswara sebagai content expert dan transfer expert melalui diklat kewidyaiswaraan dan diklat substantif, perhitungan angka kredit, karya tulis ilmiah, dan kewajiban lembaga diklat melaporkan penyelenggaraan Diklat, memonitor pelaksanaan Diklat, dan pengesahan registrasi STTPP. Di samping itu, juga monitoring kelembagaan, program dan penyelenggaraan Diklat.
(3) Pemberian Bantuan Teknis Melalui Konsultansi, Bimbingan, di Tempat Kerja, dan kerjasama dalam Pengembangan, Penyelenggaraan dan Evaluasi Program Diklat; dan
(4) Pengembangan Sistem Informasi Diklat.
3. Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai instansi Pengendali Diklat, secara fungsional bertanggungjawab atas pengembangan dan pengawasan standar kompetensi jabatan serta pengendalian pemanfaatan lulusan Diklat.
4. Lembaga Diklat Pemerintah adalah satuan organisasi pada Departemen, LPND, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, dan Perangkat Daerah yang bertugas melakukan pengelolaan Diklat.
D. PROFIL PEGAWAI NEGERI SIPIL
1. Berdasarkan data hasil Pendataan Ulang PNS (PUPNS) tahun 2003, diketahui bahwa PNS berjumlah 3.648.005 orang yang tersebar pada berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Sekitar 23 persen PNS tersebut berada di pusat dan sisanya bertugas di daerah. Dari sekitar 77 persen PNS di daerah, mayoritas (68,4%) tersebar pada berbagai instansi di lingkungan pemerintah kabupaten/kota. Penyebaran PNS berdasarkan wilayah kerja tersebut terlihat dalam table 2 di bawah ini.
TABEL 1: JUMLAH PEGAWAI NEGERI SIPIL
BERDASARKAN WILAYAH KERJA
No.
Wilayah Kerja
Jumlah
%
1
Pusat
840.007
23
2
Provinsi
311.047
8,5
3
Kabupaten/Kota
2.496.951
68,4
Jumlah
3.648.005
100
Sumber : Data PUPNS per Desember 2003, BKN.
Berdasarkan golongan PNS terbagi atas 4 golongan yaitu golongan I, II, III dan IV. Seperti terlihat pada table 2 di bawah, mayoritas memiliki golongan III yakni sekitar 58,4 persen. Kemudian diikuti oleh PNS golongan II dan IV, yang terkecil persentasenya adalah golongan I, yaitu:
TABEL 2: JUMLAH PNS BERDASARKAN GOLONGAN
No.
Golongan
Jumlah
%
1
I
88.836
2,4
2
II
981.010
26,9
3
III
2.129.285
58,4
4
IV
448.874
12,3
Jumlah
3.648.005
100
Sumber : Data PUPNS per Desember 2003, BKN.
Gambaran tentang pendidikan PNS seperti terlihat pada table 3 di bawah ini memperlihatkan bahwa terdapat 2,8 persen dari jumlah PNS keseluruhan berpendidikan SD, dan SLTP 3,1 persen. Persentase terbesar adalah mereka yang berpendidikan SLTA yaitu 36,4 persen. Kemudian diikuti oleh PNS yang berpendidikan Diploma sekitar 26,5 persen. PNS yang berpendidikan S1 28,4 persen, dan PNS yang berpendidikan S2 dan S3 jumlahnya sangat kecil yaitu sekitar 2,7 persen. Dilihat dari gambaran tersebut sesungguhnya tingkat pendidikan PNS secara keseluruhan masih relatif rendah. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kapasitas PNS.
TABEL 3: JUMLAH PNS DIRINCI MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
DAN JENIS KELAMIN KEADAAN JUNI 2006
No.
Tingkat Pendidikan
Jenis Kelamin
Jumlah
%
Pria
%
Wanita
%
1
SD
97.863
94,9
5.256
5,1
103.119
2,8
2
SLTP
98.192
86,8
14.954
13,2
113.146
3,1
3
SLTA
768.619
58,1
555.006
41,9
1.323.625
36,4
4
Diploma I
25.634
43,1
33.862
56,9
59.496
1,6
5
Diploma II
250.881
41,7
351.006
58,3
601.887
16,6
6
Diploma III
153.782
53,0
136.553
47,0
290.335
8,0
7
Diploma IV
7.141
72,6
2.693
27,4
9.834
0,3
8
Strata 1/S-1
632.496
61,3
399.601
38,7
1.032.097
28,4
9
Strata 2/S-2
67.506
74,2
23.467
25,8
90.973
2,5
10
Strata 3/S-3
7.102
81,2
1.647
18,8
8.749
0,2
Jumlah
2.109.216
58,1
1.524.045
41,9
3.633.261
100,0
Catatan : Belum Termasuk CPNS Formasi Tahun Anggaran 2005
E. STRATEGI PEMBINAAN DIKLAT PNS KE DEPAN
Strategi pembinaan diklat PNS ke depan diarahkan pada Diklat berbasis kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS, berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya (Penjelasan Pasal 3 PP 101/2000). Kompetensi merupakan keterampilan kerja dalam bentuk pengetahuan yang berhubungan dengan tugas (knowledge), sikap dan perilaku (afective/attitude), dan keterampilan kerja (psikomotor).
BKN telah menerbitkan pedoman penyusunan standar kompetensi Jabatan Struktural No.46A/2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural PNS. Dan akan menerbitkan pedoman penyusunan standar kompetensi Jabatan fungsional dan Fungsional Umum (Staf).
Diklat berbasis kompetensi bertujuan meningkatkan kompetensi diklat peserta sesuai jenis dan jenjang diklat yang diikuti sehingga mereka mampu dan terampil mengaktualisasikan.
Pemberlakuan kompetensi kepemimpinan, teknis dan fungsional yang tersertifikasi. Artinya, hanya PNS yang memiliki kompetensi yang tersertifikasi yang dapat lisensi melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan tertentu;
Pencantuman kompetensi-kompetensi kepemimpinan, teknis dan fungsional yang tersertifikasi sebagai persyaratan dalam menduduki Jabatan Struktural, Fungsional dan Fungsional Umum.
Optimasi Program Diklat Kepemimpinan, Teknis dan Fungsional, serta Pembinaan Widyaiswara dengan spesialisasi substansi diklat kepemimpinan, teknisi dan fungsional.
F. POLA KEMITRAAN DIKLAT ERA OTONOMI
Dalam era otonomi pemerintahan saat ini, lembaga diklat di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota diharapkan mampu merancang, berkoordinasi dan memilih diklat-diklat "unggulan" yang dibutuhkan oleh daerah masing-masing.
Pemilihan diklat-diklat "unggulan" ditetapkan dari pelaksanaan kegiatan "Training Needs Assessment" (Analisis Kebutuhan Pelatihan) secara makro maupun mikro untuk mendapatkan potret kebutuhan pelatihan sesuai kebutuhan daerah masing-masing.
Dari hasil potret kebutuhan selanjutnya dijajaki koordinasi kediklatan dengan Instansi Pembina Diklat (LAN) dan Instansi Pembina Diklat Teknis dan Fungsional. Koordinasi kediklatan meliputi: Penyusunan Pedoman Diklat, Bimbingan Dalam Pengembangan Program Diklat, Bimbingan Dalam Penyelenggaraan Diklat, Standarisasi Dan Akreditasi Diklat, Standarisi Dan Akreditasi Widyaiswara, Pengembangan Sistem Informasi Diklat, Pengawasan Terhadap Program Dan Penyelenggaraan Diklat, Pemberian Bantuan Teknis melalui Konsultansi, Bimbingan Di Tempat Kerja, Kerjasama dalam Pengembangan, Penyelenggaraan Dan Evaluasi Diklat.
G. PROSPEK PENGEMBANGAN DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI
1. Prospek pengembangan diklat berbasis kompetensi di daerah dirasakan sangat relevan saat ini. Komposisi jumlah SDM Aparatur kita saat ini seperti digambarkan di atas jelas menunjukkan kondisi komposisi jumlah SDM aparatur yang didominasi oleh PNS Daerah pada saat ini. Sedangkan apabila dilihat dari sisi kompetensinya, SDM daerah masih memerlukan pengembangan secara sistematis dan komptehensif.
2. Kompetensi PNS daerah selama ini belum sepenuhnya mendapat perhatian dari pemerintah baik melalui pengembangan diklat maupun non diklat. Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan PNS Daerah baik melalui pengembangan non diklat meliputi pengembangan melalui pendidikan formal, pembinaan intern, memperbaiki system reward dan punishment dan sebagainya. Sedangkan pengembangan melalui Diklat mencakup tiga jenis yaitu Diklat Kepemimpinan, Diklat Fungsional maupun Diklat Teknis.
3. Diklat dan kompetensi harus memiliki keterkaitan yang erat. Diklat dilaksanakan untuk memperbaiki kelemahan/kekurangan (competency gap) yang dimiliki oleh peserta dalam rangka melaksanakan kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawab masing-masing pegawai secara efektif. Pengisian competency-gap ini yang sebenarnya menjadi tuuan utama dari penyelenggaraan suatu program diklat.
4. Idealnya, sebelum seorang peserta mengikuti Diklat, terlebih dahulu sudah harus diketahui competency gap yang dimiliki oleh seorang calon peserta tersebut. Hal ini dimaksudkan agar para peserta diklat menjalankan aktivitas pembelajaran yang benar-benar belum diketahuinya akan tetapi diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya. Inilah yang perlu dicermati lebih lanjut dalam proses identifikasi kompetensi seorang calon peserta diklat. Selanjutnya, pengisian kesenjangan kompetensi tersebut disesuaikan dengan materi pembelajaran dalam program diklat yang dapat menutupi kesenjamgam do,alsid. Untuk mengidentifikasi kebutuhan diklat yang diperlukan seorang pegawai tersebut maka training needs analysis dapat menawarkan jalan keluarnya.
5. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan Diklat yang pendekatannya berdasarkan pada standar kompetensi yang dibutuhkan. Dalam pendekatan ini program diklat disusun dengan memperhatikan kebutuhan peserta dan organisasi secara spesifik dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi yang ada. Kurikulum diklat disusun dalam mata-mata pelajaran yang secara spesifik dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan dalam penguasaan yang diperlukan dalam suatu jabatan, sehingga dari setiap standar kompetensi yang ada. Kurikulum diklat disusun dalam mata pelajaran yang secara spesifik dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan dalam penguasaan yang diperlukan dalam suatu jabatan, sehingga dari setiap standar kompetensi yang ada tersebut akan tersusun berbagai mata pelajaran yang terkait. Sistem yang dikembangkan dalam pendekatan ini diarahkan pada upaya pemenuhan kebutuhan peserta dan organisasi terhadap suatu kompetensi, yang dalam pelaksanaannya setiap peserta diklat dapat memilih setiap mata pelajaran yang dipandang perlu untuk meningkatkan kompetensinya. Dalam system ini, peserta tidak diperlukan untuk mengikuti suatu program diklat yang berisi keseluruhan mata pelajaran, akan tetapi hanya mata pelajaran yang dipandang perlu untuk menunjang kompetensinya. Artinya pengembangan program diklat di daerah diarahkan pada basis kompetensi yaitu untuk menutupi competency gap dari peserta diklat itu sendiri.
6. Penyelenggaraan diklat khususnya diklat structural dan sebagian diklat teknis/fungsional yang sedang berjalan dewasa ini membuka peluang untuk dimodifikasi berdasarkan alasan:
a. Materi yang ditawarkan bersifat given dan belum berdasarkan peta kebutuhan kompetensi aparatur secara vertical maupun horizontal yang heterogen, sehingga seorang peserta diklat dituntut untuk mengikuti seluruh materi pembelajaran walaupun sesungguhnya tidak seluruh materi tersebut dibutuhkan. Sistem penyelenggaraan seperti ini dinilai kurang efisien dan kurang memperhatikan kebutuhan peserta diklat.
b. Proses seleksi calon peserta diklat khususnya diklat kepemimpinan belum diawali dengan pengukuran (assessment) standar kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan dan kompetensi actual calon yang bersangkutan, sehingga tidak diketahui kesenjangan kompetensi apa yang perlu diatasi dengan diklat.
c. Pendekatan jenjang jabatan dan kemungkinan promosi yang digunakan dalam system diklat structural memiliki dampak psikologis tersendri bagi para alumni yang belum dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. Semakin lama seorang alum belum dipromosikan, maka akan membawa pengaruh yang lebih besar terhadap stabilitas psikologis dan emosionalnya.
d. Dilihat dari aspek efisiensi, system penyelenggaraan diklat yang berlaku sekarang ini kurang memperhatikan efisiensi anggaran karena jumlah anggaran yang dikeluarkan melebihi output yang dihasilkan. Hal ini terbukti dari relatif besarnya stock alumni dan pemenuhan kompetensinya. Sedangkan di sisi lain masih banyak kebutuhan diklat bagi PNS daerah untuk menutupi competency gap-nya dalam menjalankan tugas pemerintahan daerah.
e. Keberadaan otoritas diklat terlihat sangat dominan dalam mendisain kurikulum dan materi pembelajaran sehingga kebutuhan spesifikasi dari peserta diklat untuk memenuhi kompetensinya dan kepentingan users cenderung belum diakomodir sepenuhnya.
7. Berdasarkan pendekatan kompetensi dibandingkan dengan pendekatan konvensional memiliki keunggulan, seperti:
a. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan anggaran karena seorang peserta diklat tidak perlu mengikuti semua materi yang ditawarkan. Seorang peserta dimungkinkan untuk memilih paket-paket pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan untuk mengisi kompetensi yang dimilikinya;
b. Durasi diklat dapat menjadi lebih singkat karena penyeleng-garaannya dibagi-bagi dalam paket-paket yang berbeda-beda. Seorang dapat mengikuti dikalt yang membutuhkan waktu yang lama apabila yang bersangkutan secara riel membutuhkan banyak paket. Dalam hal ini disain diklat diarahkan untuk memenuhi kebutuhan peserta dan berorientasi pada customer driven training.
c. Sistim diklat ini dapat mengatasi masalah kesenjangan kompetensi yang dihadapi oleh seorang pegawai dan mendorong peningkatan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dalam organisasi, sehingga memungkinkan untuk memperoleh hasil yang optimal untuk memenuhi kompetensi peserta.
d. Pada prinsipnya memberdayakan peserta dan lebih menyesuaikan dengan kepentingan pihak users karena pemilihan materi pembelajaran, waktu dan pembiayaan sepenuhnya diserahkan pada keadaan calon peserta diklat. Pemanfaatan hasil-hasil yang diperoleh dalam diklat juga diserahkan pada kebutuhan dan kepentingan peserta maupun organisasi.
e. Mengurangi tingkat kejenuhan peserta karena akan mendapatkan materi pembeljaran yang benar-benar mereka butuhkan.
8. Pendekatan kompetensi dibandingkan dengan pendekatan konvensional, mempunyai kelemahan:
a. sangat tergantung pada adanya standar kompetensi yang jelas untuk masing-masing tingkatan jabatan;
b. memerlukan kecermatan yang tinggi dalam menentukan kurikulum karena harus benar-benar terkait dengan standar kompetensi yang ada;
c. memungkinkan terjadinya heterogenitas peserta berdasarkan tingkat jabatannya.
9. Untuk menyusun suatu program diklat berbasis kompetensi, terdapat factor yang harus dipenuhi, yaitu:
a. adanya standar kompetensi yang jelas untuk setiap jabatan PNS yang ada;
b. adanya instrument yang dapat digunakan sebagai dasar atau alat untuk mengukur atau menilai kompetensi seorang pegawai secara obyektif dan akurat.
c. adanya hasil analisis yang dapat menggambarkan kesenjangan antara kompetensi yang diharapkan dengan standar kompetensi yang ada.
10. LAN sebagai salah satu lembaga diklat PNS khususnya diklat structural dan fungsional, pada era otonomi sekarang ini diharapkan dapat memfasilitasi dalam pengembangan diklat berbasis kompetensi di daerah melalui pembinaan dan akreditasi penyelenggaraan diklat di daerah berbasis kompetensi tersebut.
H. PENUTUP
Pembinaan diklat - diklat PNS melibatkan LAN dengan Instansi Teknis dan Instansi Pembina Jabatan Fungsional untuk menetapkan Penyusunan Pedoman Diklat, Bimbingan dalam Pengembangan Program Diklat, Bimbingan Dalam Penyelenggaraan Diklat, Standarisasi dan Akreditasi Diklat, Standarisi Dan Akreditasi Widyaiswara, Pengembangan Sistem Informasi Diklat, Pengawasan Terhadap Program Dan Penyelenggaraan Diklat, Pemberian Bantuan Teknis Melalui Konsultansi, Bimbingan di Tempat Kerja, Kerjasama Dalam Pengembangan, Penyelenggaraan dan Evaluasi Diklat.
Pembinaan Diklat-Diklat PNS meliputi penetapan Standar Kualitas Diklat, Kontrol Kualitas Diklat dan Jaminan Kualitas Diklat. Diklat-diklat PNS berbasis kompetensi meliputi Diklat Prajabatan (Prajabatan Golongan I, II, III) dan Diklat dalam Jabatan (Diklat Kepemimpinan, Teknis dan Fungsional).
Diklat PNS masa depan dalam rangka meningkatkan kinerja dan capacity building diarahkan pada penerapan kompetensi dalam pengembangan diklat PNS di daerah saat ini sudah menjadi kebutuhan yang mendesak bagi aparat agar PNS sebagai aparatur pemerintah mempunyai kemampuan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab masing-masing. Dengan demikian diharapkan pemberian pelayanan kepada masyarakat semakin meningkat kualitasnya. Alasan penerapan kompetensi ini didasarkan atas kenyataan bahwa dengan demikian akan memberikan nilai tambah yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa penerapan kompetensi. Selain itu, tuntutan masyarakat yang semakin besar terhadap pelayanan PNS daerah telah menjadi suatu keharusan untuk men-design diklat berbasis kompetensi
Agar penerapan kompetensi dalam pengembangan diklat PNS dapat memberikan nilai kompetitif, maka dalam proses pengembangannya harus direncanakan dengan baik dan harus selaras dengan misi, strategi, tantangan maupun sasaran yang ingin dicapai organisasi. Agar penerapan diklat berbasis kompetensi dapat berjalan secara efektif maka sebaiknya dipilih aplikasi model kompetensi yang akan memenuhi kebutuhan mendasar, mudah dilaksanakan dan dapat menunjukkan hasil yang cepat.
Jakarta, 24 November 2008
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Suprijadi, Prospek Pengembang Diklat Berbasis Kompetensi di Daerah, Makassar, 29 Maret 2006.
Noorsyamsa Djumara, Kebijakan Pembinaan Diklat PNS, LAN, Jakarta;
http://www.menpan.go.id/Direktori%20Menpan/artikel.
Rabu, 11 Februari 2009
Selasa, 10 Februari 2009
REFORMASI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH
Oleh: Wisber Wiryanto*)
ABSTRAK
Untuk mengetahui sejauhmana reformasi administrasi pemerintahan daerah dari aspek kelembagaan perangkat daerah dilakukan penelitian kepustakaan dengan metode deskriptif menggunakan sample kabupaten Sijunjung dan Pasaman ditemukan jumlah dan nomenklatur Dinas dan Badan/Kantor pada umumnya sesuai dengan PP No. 41/2007 sedangkan beberapa diantaranya tidak sesuai maka perlu penataan organisasi perangkat daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kelembagaan pemerintahan daerah sesuai kebijakan organisasi perangkat daerah yang berlaku.
Kata kunci: kelembagaan, organisasi perangkat daerah.
PENDAHULUAN
Panduan penulisan buku bunga rampai tahun 2008 ini, menentukan tema tulisan yaitu ”orientasi peran administrasi negara pasca dasawarsa reformasi di Indonesia”. Tema tersebut mempunyai cakupan yang luas, maka untuk keperluan penulisan dilakukan pembatasan ruang lingkup pada fokus dan lokusnya. Sebagaimana diketahui, peran administrasi negara mencakup fokus yang luas meliputi antara lain kelembagaan, ketatalaksanaan dan kepegawaian, maka penulisan ini dibatasi pada aspek kelembagaan sebagai fokusnya. Di samping itu, administrasi negara mempunyai lokus yang luas pula meliputi antara lain lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, maka penulisan ini dibatasi pada lembaga eksekutif khususnya pemerintah daerah kabupaten sebagai lokusnya. Diasumsikan orientasi peran administrasi negara pasca dasawarsa reformasi Indonesia antara lain mengarah pada reformasi administrasi pemerintahan daerah yang diletakkan pada aspek organisasi perangkat daerah.
Dengan demikian dipilih topik berjudul reformasi administrasi pemerintahan daerah dari aspek organisasi perangkat daerah. Dalam rangka penulisan ini dilakukan kajian mandiri melalui penelitian kepustakaan.
______________
*) Peneliti Pusat Kajian Manajemen Kebijakan, LAN.
KEBIJAKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH YANG SILIH BERGANTI
Silih bergantinya kebijakan ini dapat diuraikan secara kronologis. Sebagai pelaksanaan salah satu tuntutan reformasi pada tahun 1998 (satu dasawarsa reformasi di Indonesia) diterbitkan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berupa UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah; dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kebijakan ini telah merubah penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, fiskal moneter dan kewenangan bidang lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah maka pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik diharapkan akan menjadi lebih sederhana dan cepat karena dapat dilakukan oleh pemerintah daerah terdekat sesuai kewenangan yang ada.
Dalam rangka pelaksanaan UU tersebut, pemerintah menerbitkan kebijakan pelaksanaan yang mendasari penyusunan organisasi perangkat daerah, antara lain: (1) PP No. 25/2000 tentang kewenangan pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonom; dan (2) PP No. 84/2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah. Dimana kedua PP ini terkait satu sama lain. Dalam Pasal 2 PP No. 84/2000 dinyatakan, organisasi perangkat daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan: (a) kewenangan pemerintahan yang dimiliki oleh Daerah; (b) karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; (c) kemampuan keuangan daerah; (d) ketersediaan sumberdaya aparatur; dan (e) pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga. Selanjutnya, pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota, merespons kebijakan tersebut di atas, dengan berlomba-lomba menyusun organisasi perangkat daerahnya sesuai dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah. Hal ini mengindikasikan fenomena reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan organisasi perangkat daerah.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penataan kelembagaan pemerintahan daerah, pemerintah merevisi PP No. 84/2000 tersebut menjadi PP No. 8/2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Dalam Penjelasan PP No. 8/2003 dinyatakan antara lain bahwa ”Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya dimaksudkan memberikan keleluasaan yang luas kepada Daerah untuk menetapkan kebutuhan organisasi sesuai dengan penilaian daerah masing-masing. Dengan demikian diharapkan daerah dapat menyusun organisasi perangkat daerah dengan mempertimbangkan kewenangan, karakteristik, potensi dan kebutuhan, kemampuan keuangan, ketersediaan sumberdaya aparatur, serta pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga”. Selanjutnya, pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota menindaklanjuti kebijakan tersebut di atas dengan menata ulang organisasi perangkat daerahnya sesuai dengan kebijakan yang baru. Hal ini mengindikasikan kembali fenomena reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan organisasi perangkat daerah.
Namun, dalam pelaksanaan kebijakan tersebut di atas, ditemukan permasalahan antara lain: (1) Belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kewenangan daerah masih banyak yang belum didesentralisasikan karena peraturan dan perundang sektoral yang masih belum disesuaikan dengan UU tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini mengakibatkan permasalahan, yaitu antara lain menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang mengakibatkan konflik antar pihak dalam pelaksanaan suatu aturan, misalnya tentang pendidikan, tenaga kerja, pekerjaan umum, pertanahan, penanaman modal, serta kehutanan dan pertambangan. (2) Belum efektif dan efisiennya penyelenggaraan kelembagaan pemerintahan daerah. Struktur organisasi pemerintah daerah umumnya masih besar dan saling tumpang tindih. Selain itu prasarana dan sarana pemerintahan masih minim dan pelaksanaan standar pelayanan minimum belum mantap.
Upaya mengatasi permasalahan tersebut di atas, dilakukan melalui reformasi administrasi pemerintahan daerah dengan merevisi kedua UU tersebut menjadi UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Melalui kebijakan tersebut diharapkan antara lain: (1) memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan; dan (2) menata kelembagaan pemerintah daerah agar lebih proporsional berdasarkan kebutuhan nyata daerah, ramping, hierarki yang pendek, bersifat jejaring, fleksibel dan adaptif, diisi banyak jabatan fungsional dan terdesentralisasi kewenangannya, sehingga mampu memberikan pelayanan masyarakat dengan lebih baik dan efisien, serta berhubungan kerja antar tingkat pemerintah, dengan DPRD, masyarakat, dan lembaga non pemerintah secara optimal sesuai dengan peran dan fungsinya.
Dalam rangka pelaksanaan UU tersebut, pemerintah menerbitkan kebijakan pelaksanaan yang mendasari pengaturan kelembagaan organisasi perangkat daerah, antara lain: (1) PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan (2) PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, sebagai pengganti PP No. 8/2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, karena belum cukup memberikan pedoman yang menyeluruh bagi penyusunan dan pengendalian organisasi perangkat daerah yang dapat menangani seluruh urusan pemerintahan. Kebijakan pelaksanaan yang baru diterbitkan ini dimaksudkan sebagai acuan dalam rangka penyempurnaan administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan perangkat daerah. Selanjutnya, pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota menindaklanjuti kebijakan tersebut di atas dengan menata ulang organisasi perangkat daerahnya sesuai dengan kebijakan yang baru diberlakukan. Hal ini mengindikasikan kembali fenomena reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan organisasi perangkat daerah.
Sehubungan dengan fenomena kebijakan organisasi perangkat daerah yang silih berganti, menarik untuk dikaji mengenai “reformasi administrasi pemerintah daerah dari aspek organisasi perangkat daerah”, mengingat belum efektif dan efisiennya kelembagaan perangkat daerah, sehingga dapat diketahui sejauhmana reformasi administrasi pemerintahan daerah berlangsung dalam aspek kelembagaan perangkat daerah.
PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN URUSAN WAJIB DAN PILIHAN
Reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan perangkat daerah dalam satu dasawarsa ini ditandai dengan berbagai kebijakan kelembagaan yang diterbitkan silih berganti, sebagaimana telah diuraikan. Adapun kebijakan yang terbaru dan berlaku saat ini ialah PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Kedua kebijakan ini saling berkaitan satu sama lain, dimana dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani.
Dengan kata lain, diperlukan penataan organisasi perangkat daerah dengan adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah berupa urusan wajib dan urusan pilihan pilihan. Berikut ini pembahasan urusan pemerintahan daerah dan organisasi perangkat daerah sesuai dengan perkembangan kebijakan terbaru.
Urusan Pemerintahan Daerah
Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat.
Urusan pemerintahan dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) yaitu: (1) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan sepenuhnya pemerintah (mencakup urusan Politik luar Negeri; Pertahanan; Keamanan; Yustisi; Moneter dan fiscal nasional; Agama); (2) urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan; (3) urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar; dan (4) urusan pilihan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan (lihat tabel 1).
Dari klasifikasi tersebut, terdapat urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan, terdiri atas 31 (tigapuluh satu) bidang urusan. Pembagian urusan pemerintahan dilakukan berdasarkan kriteria ekternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Selanjutnya, 31 (tigapuluh satu) bidang urusan pemerintahan ini diuraikan ke dalam sub bidang dan setiap sub bidang terdiri dari sub-sub bidang. Pembagian bersama urusan pemerintahan menghasilkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah, dan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Tabel 1: Urusan Pemerintahan
Kewenangan Pemerintah *)
Urusan Pemerintah **)
Urusan Wajib
Provinsi, Kab./Kota ***)
Urusan Pilihan
Prov, Kab./Kota****)
1. Politik luar Negeri;
2. Pertahanan;
3. Keamanan;
4. Yustisi;
5. Moneter dan fiscal nasional;
6. Agama.
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
3. Pekerjaan Umum;
4. Perumahan;
5. Penataan ruang;
6. Perencanaan Pembangunan;
7. Perhubungan;
8. Lingkungan Hidup;
9. Pertanahan;
10. Kependudukan dan Catatan Sipil;
11. Pemberdayaan Perempuan dan
perlindungan anak;
12. Keluarga berencana & keluarga sejahtera;
13. Sosial;
14. Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
15. Koperasi dan usaha kecil dan menengah;
16. Penanaman modal;
17. Kebudayaan dan pariwisata;
18. Kepemudaan dan olah raga;
19. Kesatuan bangsa & politik dalam negeri;
20. Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
21. Pemberdayaan masyarakat dan desa;
22. Statistik;
23. Kearsipan;
24. Perpustakaan;
25. Komunikasi dan Informatika;
26. Pertanian dan ketahanan pangan;
27. Kehutanan;
28. Energi dan sumberdaya mineral;
29. Kelautan dan perikanan;
30. Perdagangan, dan
31. Perindustrian.
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
3. Lingkungan Hidup;
4. Pekerjaan Umum;
5. Penataan ruang;
6. Perencanaan Pembangunan;
7. Perumahan;
8. Kepemudaan dan Olahraga;
9. Penanaman Modal;
10. Koperasi dan UKM;
11. Kependudukan & catatan sipil
12. Ketenagakerjaan;
13. Ketahanan pangan;
14. Pemberdayaan perempuan & perlindungan anak;
15. KB dan keluarga sejahtera;
16. Perhubungan;
17. Komunikasi dan informatika;
18. Pertanahan;
19. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
20. Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
21. Pemberdayaan masy. & desa;
22. Sosial;
23. Kebudayaan;
24. Statistik;
25. Kearsipan; dan
26. Perpustakaan.
1. Kelautan dan Perikanan;
2. Pertanian;
3. Kehutanan;
4. Energi & sumber daya mineral;
5. Pariwisata;
6. Industri;
7. Perdagangan,
8. Ketransmigrasian.
Sumber: UU Nomor 32/2004 dan PP Nomor 38/2007.
Keterangan:
*) Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan sepenuhnya pemerintah;
**) Urusan Pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah dan pemda (provinsi, kabupaten dan kota);
***) Urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan pemda provinsi, kabupaten/kota;
****) Urusan pilihan yang secara nyata ada dan berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
Berdasarkan UU No. 32/2004 dan PP No. 38/2007 ditentukan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah mencakup urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi berskala provinsi, sedangkan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota berskala kabupaten/kota. Urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota pada umumnya merupakan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Sedangkan urusan yang bersifat pilihan, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah provinsi, kabupaten/kota yang bersangkutan, seperti pertanian dan pariwisata. Dengan adanya urusan wajib dan pilihan ini menjadi dasar penyusunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah.
Organisasi Perangkat Daerah
Konsep perangkat daerah, tidak lepas dari konsep struktur organisasi yang di dalamnya mencakup antara lain sistem hubungan kewenangan dan tugas. Jones (1995: 12) mendefinisikan bahwa: Organizational structure is the formal system of rules and task and authority relationships that control how people cooperate and use resources to achieve the organization’s goals. Demikian pula dalam penyusunan organisasi perangkat daerah tidak lepas dari adanya kewenangan dan tugas yang menjadi urusan pemerintahan yang perlu ditangani.
Penyusunan organisasi perangkat daerah berdasarkan penjelasan UU Nomor 32/2004 dinyatakan antara lain bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari: unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; dan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan factor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Kebijakan pelaksanaan penyusunan organisasi perangkat daerah yang berlaku saat ini antara lain PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007, sedangkan petunjuk teknisnya antara lain: Permendagri No. 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah; dan Permendagri No. 64/2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007 berkaitan satu sama lain dimana dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Dalam PP No. 38/2007 pasal 12 dinyatakan bahwa urusan pemerintahan wajib dan pilihan menjadi dasar penyusunan susunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah. Namun demikian, untuk menyelenggarakan suatu urusan tidak serta merta harus dibentuk organisasi baru berupa satuan kerja perangkat daerah tersendiri untuk menanganinya. Dalam kaitan ini, PP No. 41/2007 menegaskan antara lain ”penanganan urusan tidak harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri”. Dengan demikian, penyelenggaraan urusan tersebut dilaksanakan oleh perangkat daerah yang melaksanakan beberapa urusan sesuai perumpunan urusan. Dalam hal beberapa urusan yang ditangani oleh satu perangkat daerah, maka penggabungannya sesuai dengan perumpunan urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah.
PP No. 41/2007 mengatur antara lain perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk baik dinas maupun lembaga teknis daerah seperti badan, kantor, inspektorat dan rumah sakit, sebagai berikut:
1. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas terdiri dari: Bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga; Bidang Kesehatan; Bidang Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Bidang Perhubungan, Komunikasi dan Informatika; Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil; Bidang Kebudayaan dan Pariwisata; Bidang Pekerjaan Umum yang meliputi Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Tata Ruang; Bidang Perekonomian meliputi koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah, industri dan perdagangan; Bidang Pelayanan Pertanahan; Bidang Pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan; Bidang Pertambangan dan Energi; serta Bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset.
2. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk Badan, Kantor, Inspektorat dan RS terdiri dari: Bidang Perencanaan Pembangunan dan Statistik; Bidang Penelitian dan Pengembangan; Bidang Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat; Bidang Lingkungan Hidup; Bidang Ketahanan Pangan; Bidang Penanaman Modal; Bidang Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi; Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa; Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana; Bidang Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan; Bidang Pengawasan; dan Bidang Pelayanan Kesehatan.
Perangkat daerah dapat diidentifikasi atas dasar kedudukan, tugas dan fungsinya. Dalam PP No. 41/2007 diatur antara lain bahwa perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Sedangkan tugas dan fungsi perangkat daerah khususnya dinas dan lembaga teknis daerah, adalah sebagai berikut:
1. Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, yang bertugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sedangkan fungsinya: Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya; penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya; pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya, dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas, berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
2. Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah, yang bertugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik. Sedangkan fungsinya: perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya; pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Lembaga teknis daerah dapat berbentuk badan, kantor dan rumah sakit. Lembaga teknis daerah yang berbentuk badan dipimpin oleh kepala badan, yang berbentuk kantor dipimpin oleh kepala kantor, dan yang berbentuk rumah sakit dipimpin oleh direktur. Kepala dan direktur berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada bupati/ Walikota melalui sekretaris daerah.
Besaran organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan variabel: jumlah penduduk; luas wilayah; dan jumlah APBD. Perhitungan variabel tersebut dimuat dalam lampiran PP No. 41/2007 (Tabel 2).
Tabel 2: Penetapan Variabel Besaran Organisasi Perangkat Daerah
(untuk Kabupaten di luar pulau Jawa dan Madura)
No.
Variabel
Kelas Interval
Nilai
1.
Jumlah Penduduk (jiwa)
< 150.000
150.001-300.000
300.001-450.000
450.001-600.000
> 600.000
8
16
24
32
40
2.
Luas wilayah (km2)
< 1.000
1001-2.000
2.001-3.000
3.001-4.000
> 4.000
7
14
21
28
35
3.
Jumlah APBD (Rp)
< 200.000.000.000,00
200.000.000.001,00 -
400.000.000.000,00
400.000.000.001,00 -
600.000.000.000,00
600.000.000.001,00 -
800.000.000.000,00
> 800.000.000.000,00
5
10
15
20
25
Sumber: Lampiran PP No. 41/2007.
Dengan menggunakan instrumen penilaian tersebut, dapat dihitung nilai untuk menentukan besaran organisasi perangkat daerah (khususnya dinas dan lembaga teknis daerah) yang dapat disusun. Berdasarkan PP No. 41/2007, klasifikasi besaran organisasi perangkat daerah kabupaten, sebagai berikut:
1. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40 memiliki dinas paling banyak 12; dan lembaga teknis daerah paling banyak 8;
2. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 sampai 70 memiliki dinas paling banyak 15; dan lembaga teknis daerah paling banyak 10;
3. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai lebih dari 70 memiliki dinas paling banyak 18; dan lembaga teknis daerah paling banyak 12.
PENELITIAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN
Untuk mengetahui sejauhmana reformasi administrasi pemerintahan daerah berlangsung dalam aspek kelembagaan perangkat daerah, dilakukan penelitian mandiri melalui penelitian kepustakaan dengan membaca buku/literatur yang relevan. Dengan cara demikian diperoleh data sekunder yang dibutuhkan menyangkut organisasi perangkat daerah. Setelah pengumpulan dan pengolahan data dilakukan analisis data menggunakan teknik deskriptif-kualitatif.
Dalam penelitian ini ditentukan sampel daerah menggunakan teknik purposive sampling, sehingga sampel yang dipilih adalah kabupaten Pasaman dan kabupaten Sijunjung. Alasan memilih ke-2 (dua) daerah tersebut adalah bahwa dalam penelitian kepustakaan ini dibutuhkan data organisasi perangkat daerah, maka sampel yang dipilih ialah sembarang pemerintah daerah yang menerbitkan buku memuat informasi data terbaru menyangkut organisasi perangkat daerahnya baik kualitatif maupun kuantitatif. Sehubungan pemerintah daerah kabupaten Pasaman dan pemerintah daerah kabupaten Sijunjung masing-masing telah menerbitkan buku dimaksud yang memuat data terbaru kondisi organisasi perangkat daerahnya tahun 2007, maka kedua daerah tersebut dipilih sebagai sumber data. Sedangkan alasan penentuan daerah kajian sebanyak 2 (dua) daerah, adalah dipenuhinya jumlah minimal untuk melakukan perbandingan yang diperlukan. Sebagai pembanding dipilih daerah yang memiliki nilai besaran organisasi meliputi variabel jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD yang setara. Pengambilan sampel ini tidak dimaksudkan untuk menggeneralisasi dimana kesimpulan yang diambil tidak diberlakukan untuk populasi.
Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, sedangkan kebutuhan akan data sekunder dapat dipenuhi melalui penelitian kepustakaan, maka tidak dilakukan penelitian lapangan ke daerah. Deskripsi data dan analisis organisasi perangkat daerah kabupaten Sijunjung dan kabupaten Pasaman sebagaimana disajikan berikut ini.
Deskripsi Data
Berikut ini disajikan data sampel daerah kabupaten Sijunjung; dan kabupaten Pasaman, memuat antara lain profil daerah dan jumlah serta nomenklatur/penamaan organisasi perangkat daerah masing-masing.
Pertama, kabupaten Sijunjung terletak di wilayah provinsi Sumatera Barat. Profil kabupaten Sijunjung tahun 2007 ditinjau dari 3 (tiga) variabel untuk menghitung besaran organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk dengan mempertimbangkan luas wilayah kerja, jumlah penduduk, dan faktor keuangan, sebagai berikut: (1) jumlah penduduk 199.878 jiwa; (2) luas wilayah 3.130,80 km2; (3) dan jumlah APBD Rp 412.139.054.660,- (Kabupaten Sijunjung dalam Angka 2008).
Penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Sijunjung oleh Bupati dan Wakil Bupati dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas-dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan. Pada Sekretariat Daerah terdapat 3 (tiga) asisten yang terdiri dari Asisten I membidangi masalah pemerintahan, politik dan keamanan; Asisten II membidangi masalah ekonomi dan pembangunan; dan asisten III membidangi masalah administrasi dan kesejahteraan rakyat. Ketiga asisten tersebut mengkoordinasi 10 (sepuluh) bagian yang ada di dalam kesekretariatan. Urusan yang lebih teknis dilaksanakan oleh dinas-dinas yang membantu mengurusi berbagai masalah teknis sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Di samping itu, ada lembaga teknis daerah berbentuk badan dan kantor.
Struktur organisasi dan tatakerja yang baik harus didukung oleh SDM yang tangguh. Sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan lebih baik. Pada tahun 2007 terdapat 4.082 PNS yang terdiri dari 1.832 laki-laki dan 2.250 perempuan. Dilihat dari golongan, jumlah pegawai bergolongan III lebih dominan yaitu 2.342 orang atau 57 persen sementara untuk golongan I hanya 87 orang. Dari segi pendidikan, pegawai menyebar pada hampir semua jenjang. Untuk tamatan SLTA sebanyak 1.092 orang, untuk DII ada 349 orang. Selanjutnya S1 sebanyak 1.171 orang, S2 ada sebanyak 42 orang.
Jumlah dan nomenklatur organisasi perangkat daerah khususnya yang berupa dinas-dinas dan lembaga teknis daerah di lingkungan Pemda Kabupaten Sijunjung tahun 2007, ada sebanyak 21 terdiri dari 13 dinas dan 8 badan/kantor. Sedangkan nomenklaturnya sebagaimana disajikan dalam tabel 3. Pada organisasi perangkat daerah tersebut, ada sebanyak 261 pejabat/jabatan struktural mencakup: 17 pejabat eselon II, 75 pejabat eselon III, dan 180 pejabat eselon IV. Untuk menanggulangi terbatasnya jabatan struktural, sebanyak 2.638 pegawai memilih jalur fungsional (lihat tabel 3).
Tabel 3: Nomenklatur dan Eselon Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Sijunjung, 2007
Nomenklatur Organisasi Perangkat Daerah
Eselon
Jml.
II
III
IV
Dinas-dinas:
1. Dinas Pendidikan
2. Dinas Kesehatan
3. Dinas Pekerjaan Umum
4. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
5. Dinas Perkebunan
6. Dinas Peternakan dan Perikanan
7. Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup
8. Dinas Koperasi, Industri, Perdagangan & Penanaman Modal
9. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
10. Dinas Pertambangan dan Enegi
11. Dinas Parsenibudpora
12. Perhubungan
13. Dinas PMPK
Jumlah Dinas = 13
Badan/Kantor:
14. Bapeda
15. BPKD
16. Badan Kepegawaian Daerah
17. Badan Pengawasan Daerah
18. Kantor Kependudukan, Catatan Sipil dan KB
19. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
20. Kantor Inforkom
21. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
Jumlah Badan/Kantor = 8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
-
-
-
-
4
4
5
3
4
4
5
4
5
4
4
4
5
4
4
4
4
1
1
1
1
11
10
12
14
9
9
11
10
10
8
8
7
12
10
9
7
8
3
4
4
4
16
15
18
18
14
14
16
15
16
13
13
12
18
15
14
12
13
4
5
5
5
Jumlah
17
75
180
261
Sumber: Kabupaten Sijunjung dalam Angka 2008 (diolah kembali).
Kedua, kabupaten Pasaman terletak di wilayah provinsi Sumatera Barat. Profil kabupaten Pasaman tahun 2007 ditinjau dari 3 (tiga) variabel untuk menghitung besaran organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk dengan mempertimbangkan luas wilayah kerja, jumlah penduduk, dan faktor keuangan, sebagai berikut: (1) jumlah penduduk 258.631 jiwa, (2) luas wilayah 3.947,63 km2; (3) dan jumlah APBD Rp 353.210.214.871,- (Kabupaten Pasaman dalam Angka 2008).
Tabel 4: Nomenklatur dan Eselon Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Pasaman, 2007
Nomenklatur Organisasi Perangkat Daerah
Eselon
Jml.
II
III
IV
Dinas-dinas:
1. Dinas Pekerjaan Umum
2. Dinas Pendidikan
3. Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana
4. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
5. Dinas Kehutanan
6. Dinas Perkebunan
7. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan
8. Dinas Pemuda dan Olahraga
9. Dinas Perindagkop dan Usaha Kecil dan Menengah
10. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
11. Dinas Pertambangan dan Enegi
12. Dinas Perikanan dan Peternakan
13. Dinas LH, Kebersihan dan Pertamanan
14. Dinas Pendapatan Daerah
Jumlah Dinas = 14
Badan/Kantor:
15. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
16. Inspektorat
17. Badan Kepegawaian Daerah
18. Kantor Arsip dan Perpustakaan
19. Kantor Satpol PP
20. Kantor Perhubungan
21. Kantor Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil
22. Rumah Sakit Umum
23. Kantor KPU
24. Kantor Parsenibud
25. Kantor PDE
26. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
Jumlah Badan/Kantor = 12
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
5
5
5
5
4
4
5
5
5
5
5
4
5
4
4
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
15
11
8
16
10
9
10
10
13
12
10
14
6
10
8
8
8
4
4
4
3
2
4
4
4
4
20
17
14
22
16
14
15
16
19
18
16
20
11
16
13
13
13
5
5
5
4
3
5
5
5
5
Jumlah
17
87
211
315
Sumber: Kabupaten Pasaman dalam Angka 2008 (diolah kembali).
Pemerintahan daerah kabupaten Pasaman, diselenggarakan oleh Bupati dan Wakil Bupati dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas-dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan. Pada Sekretariat Daerah terdapat 3 (tiga) asisten yang terdiri dari Asisten I membidangi masalah pemerintahan, politik dan keamanan; Asisten II membidangi masalah ekonomi dan pembangunan; dan asisten III membidangi masalah administrasi dan kesejahteraan rakyat. Ketiga asisten tersebut akan mengkoordinasi 10 (sepuluh) bagian yang ada di dalam kesekretariatan. Urusan yang lebih teknis dilaksanakan oleh dinas-dinas yang membantu mengurusi berbagai masalah teknis sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Di samping itu, ada lembaga teknis daerah berbentuk badan dan kantor serta rumah sakit.
Struktur organisasi dan tatakerja di Kabupaten Pasaman didukung oleh SDM yang diharapkan dapat mewujudkan pemerintahan kabupaten Pasaman yang diinginkan. Tahun 2007 terdapat 4.147 PNS yang terdiri dari 2.104 laki-laki dan 2.043 perempuan.
Jumlah dan nomenklatur organisasi perangkat daerah khususnya yang berupa dinas-dinas dan lembaga teknis daerah di lingkungan Pemda Kabupaten Sijunjung tahun 2007, ada sebanyak 26 terdiri dari 14 dinas dan 12 badan/kantor. Sedangkan nomenklaturnya sebagaimana disajikan dalam tabel 4. Pada organisasi perangkat daerah tersebut, ada sebanyak 17 pejabat eselon II, 87 pejabat eselon III, dan 211 pejabat eselon IV (lihat tabel 4).
Analisis Data
Berdasarkan perolehan data dilakukan analisis data meliputi kesesuaian jumlah organisasi perangkat daerah kabupaten yang bersangkutan; dan nomenklatur dinas dan badan/kantor masing-masing.
Pertama, berdasarkan variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah APBD kabupaten Sijunjung dan kabupaten Pasaman; dan penetapan variabel besaran organisasi perangkat daerah sebagaimana telah disebutkan, dapat dilakukan penilaian untuk menghitung besaran organisasi perangkat daerah kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Pasaman (lihat tabel 5).
Tabel 5: Nilai Besaran Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Sijunjung dan kabupaten Pasaman, 2007
No.
Variabel
Kab. Sijunjung
Kab. Pasaman
Jumlah
Nilai
Jumlah
Nilai
1.
2.
3.
Jumlah Penduduk (jiwa)
Luas wilayah (km2)
Jumlah APBD (Rp)
199.878
3.130,80
412.139.054.660,-
16
28
15
258.631
3.947,63
353.210.214.871,-
16
28
10
Jumlah
59
54
Melalui analisis penilaian besaran organisasi perangkat daerah maka dapat diidentifikasi jumlah organisasi perangkat daerah yang seharusnya dibentuk pada kabupaten yang bersangkutan, sebagai berikut:
1. Kabupaten Sijunjung dengan nilai 59 (limapuluh sembilan) sesuai PP No. 41/2007 maka dapat membentuk paling banyak 15 (lima belas) Dinas; dan 10 (sepuluh) lembaga teknis daerah (Badan/kantor). Sedangkan jumlah organisasi perangkat daerah saat ini berupa dinas ada sebanyak 13 (tiga belas), dan badan/kantor ada sebanyak 8 (delapan). Dengan demikian jumlah dinas dan badan/kantor yang ada tidak melebihi atau sesuai ketentuan PP No. 41/2007, sebagaimana telah disebutkan.
2. Kabupaten Pasaman dengan nilai 54 (limapuluh empat) sesuai PP No. 41/2007 maka dapat membentuk paling banyak 15 (lima belas) Dinas dan 10 (sepuluh) lembaga teknis daerah (Badan/kantor). Sedangkan jumlah organisasi perangkat daerah saat ini berupa dinas ada sebanyak 14 (empat belas), dan badan/kantor ada sebanyak 12 (dua belas). Dengan demikian jumlah perangkat daerah berupa dinas yang ada sekarang sesuai ketentuan PP No. 41/2007; tetapi jumlah badan/kantor yang ada sekarang melebihi ketentuan bahwa jumlah badan/kantor paling banyak 10 (sepuluh) sebagaimana telah disebutkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya penataan organisasi perangkat daerah dengan mengurangi kelebihan jumlah badan/kantor sehingga sesuai PP No. 41/2007 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kelembagaan pemerintahan daerah.
Kedua, reformasi pada tataran pemerintah daerah antara lain di bidang organisasi perangkat daerah diarahkan untuk terciptanya organisasi yang efisien, efektif, rasional dan proporsional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah serta adanya koordinasi, integrasi sinkronisasi dan simplifikasi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah yang diformulasikan berdasarkan prinsip-prinsip kelembagaan yang terdiri atas unsur pimpinan, unsur staf, unsur perencana, unsur pelaksana, unsur pendukung dan unsur pelayanan. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Berdasarkan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah seperti badan, kantor, inspektorat dan rumah sakit, sebagaimana telah diuraikan (PP No. 41/2007), diketahui urusan-urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah dan bidang-bidang urusan yang ditanganinya, maka dapat disusun nomenklatur organisasi perangkat daerah dan urusan-urusan yang dapat ditanganinya (lihat table 6).
Tabel 6: Nomenklatur Organisasi Perangkat Daerah dan Urusan yang ditangani
No.
Nomenklatur Perangkat Daerah
Urusan yang ditangani
Dinas-dinas:
1.
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga;
Bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga;
2.
Dinas Kesehatan;
Bidang Kesehatan;
3.
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
Bidang Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
4.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
Bidang Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
5.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil;
6.
Dinas Pariwisata dan Budaya;
Bidang Kebudayaan dan Pariwisata;
7.
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset;
Bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset;
8.
Dinas Pertanahan;
Bidang Pelayanan Pertanahan;
9.
Dinas Pertambangan dan Energi;
Bidang Pertambangan dan Energi;
10.
Dinas Pekerjaan Umum;
Bidang Pekerjaan Umum meliputi Bina Marga, Pengairan,
Cipta Karya dan Tata Ruang;
11.
Dinas Koperasi UMKM, Industri dan Perdagangan;
Bidang Perekonomian, koperasi dan usaha mikro, kecil dan
menengah, industri dan perdagangan;
12.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan, Kelautan dan Perikanan, Perkebunan dan Kehutanan
Bidang Pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan
darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan;
Badan/Kantor:
13.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah & Statistik
Bidang Perencanaan Pembangunan dan Statistik;
14.
Badan Penelitian dan Pengembangan;
Bidang Penelitian dan Pengembangan;
15.
Badan Ketahanan Pangan;
Bidang Ketahanan Pangan;
16.
Badan Penanaman Modal;
Bidang Penanaman Modal;
17.
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan;
Bidang Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan;
18.
Kantor Kesatuan Bangsa, Politik & Perlindungan Masy.
Bidang Kesatuan Bangsa, Politik & Perlindungan Masyarakat;
19.
Kantor Lingkungan Hidup;
Bidang Lingkungan Hidup;
20.
Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi;
Bidang Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi;
21.
Kantor Pemberdayaan Masy. dan Pemerintahan Desa;
Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa;
22.
Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB;
Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana;
23.
Inspektorat;
Bidang Pengawasan;
24.
Rumah Sakit Daerah.
Bidang Pelayanan Kesehatan.
Analisis kelembagaan berdasarkan nomenklatur organisasi perangkat daerah (dinas-dinas, dan badan/kantor) dan urusan yang ditangani pada kabupaten yang bersangkutan, sebagai berikut.
1. Kabupaten Sijunjung
a. Nomenklatur dinas: Dari 13 (tigabelas) dinas yang ada, umumnya memiliki nomenklatur sesuai perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007. Sedangkan 2 (dua) diantaranya memiliki nomenklatur campuran antara dinas dan badan/kantor, yaitu: (1) Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup; dan (2) Dinas Koperasi, Industri, Perdagangan dan Penanaman Modal. Seharusnya, urusan lingkungan hidup dan penanaman modal diwadahi dalam bentuk badan/kantor tersendiri sebagaimana ketentuan PP No. 41/2007.
b. Nomenklatur badan/kantor: Dari 8 (delapan) badan/kantor yang ada, umumnya memiliki nomenklatur sesuai perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007.
c. Dalam rangka penataan organisasi perangkat daerah (dinas-dinas, badan/ kantor) ke depan, pemerintah daerah kabupaten Pasaman perlu melakukan penyesuaian terutama nomenklatur dinas-dinas yang ada sesuai dengan PP No. 41/2007 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kelembagaan organisasi perangkat daerah.
2. Kabupaten Pasaman
a. Nomenklatur dinas: Dari 14 (empat belas) dinas yang ada, umumnya memiliki nomenklatur sesuai perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007. Sedangkan 3 (tiga) diantaranya mempunyai nomenklatur yang tidak sesuai perumpunan, yaitu: (1) Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana. Dinas ini memiliki nomenklatur campuran antara dinas dan badan/kantor. Seharusnya urusan Keluarga Berencana diwadahi ke dalam bentuk kantor, dengan nomenklatur Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana; (2) Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan. Dinas ini memiliki nomenklatur tidak sesuai perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Seharusnya urusan pemberdayaan masyarakat dan perempuan diwadahi ke dalam bentuk kantor, dengan nomenklatur Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa; atau Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB; (3) Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan. Dinas ini memiliki nomenklatur yang tidak tercantum dalam perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007. Seharusnya, urusan lingkungan hidup diwadahi ke dalam bentuk kantor, dengan nomenklatur Kantor Lingkungan Hidup.
b. Nomenklatur badan/kantor: Dari 12 (duabelas) badan/kantor yang ada, umumnya memiliki nomenklatur sesuai perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007. Sedangkan 2 (dua) diantaranya mempunyai nomenklatur yang tidak sesuai perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk kantor, yaitu: (1) Kantor Perhubungan; dan (2) Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya (Parsenibud). Seharusnya, urusan tersebut diwadahi dalam bentuk dinas, dengan nomenklatur Dinas Perhubungan; dan Dinas Pariwisata dan Budaya.
c. Dalam rangka penataan organisasi perangkat daerah (dinas-dinas, badan/ kantor) ke depan, pemerintah daerah kabupaten Pasaman perlu melakukan penyesuaian nomenklatur dinas-dinas dan badan/kantor yang ada sesuai perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas atau badan/kantor, sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kelembagaan organisasi perangkat daerah.
PENUTUP
Orientasi peran administrasi negara pasca dasawarsa reformasi di Indonesia antara lain masih diletakkan pada reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan organisasi perangkat daerah. Di kabupaten Sijunjung ditemukan jumlah dan nomenklatur organisasi perangkat daerah (dinas, badan/kantor) pada umumnya sesuai dengan ketentuan tentang organisasi perangkat daerah yang diatur dalam PP No. 41/2007; sedangkan di kabupaten Pasaman ditemukan jumlah dan nomenklatur organisasi perangkat daerah (dinas, badan/kantor) yang tidak sesuai dengan ketentuan dimaksud.
Saran dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efekttivitas penyelenggaraan kelembagaan organisasi perangkat daerah kabupaten terkait perlu melakukan upaya-upaya penataan organisasi perangkat daerah sesuai PP No. 41/2007 seperti menyesuaikan jumlah organisasi perangkat daerah sesuai besaran organisasi perangkat daerah kabupaten; dan menata nomenklatur dinas-dinas dan badan/kantor yang ada sesuai perumpunan urusan-urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas, badan dan kantor.
--- o0o ---
DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA dan BPS Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman dalam Angka 2008, Lubuk Sikaping, 2008;
BPS Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Sijunjung dalam Angka 2008, Muaro Sijunjung 2008;
Gareth R. Jones, Organizational Theory: Text and Cases, Texas, 1995;
Lembaga Administrasi Negara, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta, 2003;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 57/2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;
Peraturan Presiden No. 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
Peraturan Pemerintah No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
Peraturan Pemerintah No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
Peraturan Pemerintah No. 8/2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah;
Peraturan Pemerintah No. 84/2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah;
Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
ABSTRAK
Untuk mengetahui sejauhmana reformasi administrasi pemerintahan daerah dari aspek kelembagaan perangkat daerah dilakukan penelitian kepustakaan dengan metode deskriptif menggunakan sample kabupaten Sijunjung dan Pasaman ditemukan jumlah dan nomenklatur Dinas dan Badan/Kantor pada umumnya sesuai dengan PP No. 41/2007 sedangkan beberapa diantaranya tidak sesuai maka perlu penataan organisasi perangkat daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kelembagaan pemerintahan daerah sesuai kebijakan organisasi perangkat daerah yang berlaku.
Kata kunci: kelembagaan, organisasi perangkat daerah.
PENDAHULUAN
Panduan penulisan buku bunga rampai tahun 2008 ini, menentukan tema tulisan yaitu ”orientasi peran administrasi negara pasca dasawarsa reformasi di Indonesia”. Tema tersebut mempunyai cakupan yang luas, maka untuk keperluan penulisan dilakukan pembatasan ruang lingkup pada fokus dan lokusnya. Sebagaimana diketahui, peran administrasi negara mencakup fokus yang luas meliputi antara lain kelembagaan, ketatalaksanaan dan kepegawaian, maka penulisan ini dibatasi pada aspek kelembagaan sebagai fokusnya. Di samping itu, administrasi negara mempunyai lokus yang luas pula meliputi antara lain lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, maka penulisan ini dibatasi pada lembaga eksekutif khususnya pemerintah daerah kabupaten sebagai lokusnya. Diasumsikan orientasi peran administrasi negara pasca dasawarsa reformasi Indonesia antara lain mengarah pada reformasi administrasi pemerintahan daerah yang diletakkan pada aspek organisasi perangkat daerah.
Dengan demikian dipilih topik berjudul reformasi administrasi pemerintahan daerah dari aspek organisasi perangkat daerah. Dalam rangka penulisan ini dilakukan kajian mandiri melalui penelitian kepustakaan.
______________
*) Peneliti Pusat Kajian Manajemen Kebijakan, LAN.
KEBIJAKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH YANG SILIH BERGANTI
Silih bergantinya kebijakan ini dapat diuraikan secara kronologis. Sebagai pelaksanaan salah satu tuntutan reformasi pada tahun 1998 (satu dasawarsa reformasi di Indonesia) diterbitkan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berupa UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah; dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kebijakan ini telah merubah penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, fiskal moneter dan kewenangan bidang lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah maka pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik diharapkan akan menjadi lebih sederhana dan cepat karena dapat dilakukan oleh pemerintah daerah terdekat sesuai kewenangan yang ada.
Dalam rangka pelaksanaan UU tersebut, pemerintah menerbitkan kebijakan pelaksanaan yang mendasari penyusunan organisasi perangkat daerah, antara lain: (1) PP No. 25/2000 tentang kewenangan pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonom; dan (2) PP No. 84/2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah. Dimana kedua PP ini terkait satu sama lain. Dalam Pasal 2 PP No. 84/2000 dinyatakan, organisasi perangkat daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan: (a) kewenangan pemerintahan yang dimiliki oleh Daerah; (b) karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; (c) kemampuan keuangan daerah; (d) ketersediaan sumberdaya aparatur; dan (e) pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga. Selanjutnya, pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota, merespons kebijakan tersebut di atas, dengan berlomba-lomba menyusun organisasi perangkat daerahnya sesuai dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah. Hal ini mengindikasikan fenomena reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan organisasi perangkat daerah.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penataan kelembagaan pemerintahan daerah, pemerintah merevisi PP No. 84/2000 tersebut menjadi PP No. 8/2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Dalam Penjelasan PP No. 8/2003 dinyatakan antara lain bahwa ”Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya dimaksudkan memberikan keleluasaan yang luas kepada Daerah untuk menetapkan kebutuhan organisasi sesuai dengan penilaian daerah masing-masing. Dengan demikian diharapkan daerah dapat menyusun organisasi perangkat daerah dengan mempertimbangkan kewenangan, karakteristik, potensi dan kebutuhan, kemampuan keuangan, ketersediaan sumberdaya aparatur, serta pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga”. Selanjutnya, pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota menindaklanjuti kebijakan tersebut di atas dengan menata ulang organisasi perangkat daerahnya sesuai dengan kebijakan yang baru. Hal ini mengindikasikan kembali fenomena reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan organisasi perangkat daerah.
Namun, dalam pelaksanaan kebijakan tersebut di atas, ditemukan permasalahan antara lain: (1) Belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kewenangan daerah masih banyak yang belum didesentralisasikan karena peraturan dan perundang sektoral yang masih belum disesuaikan dengan UU tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini mengakibatkan permasalahan, yaitu antara lain menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang mengakibatkan konflik antar pihak dalam pelaksanaan suatu aturan, misalnya tentang pendidikan, tenaga kerja, pekerjaan umum, pertanahan, penanaman modal, serta kehutanan dan pertambangan. (2) Belum efektif dan efisiennya penyelenggaraan kelembagaan pemerintahan daerah. Struktur organisasi pemerintah daerah umumnya masih besar dan saling tumpang tindih. Selain itu prasarana dan sarana pemerintahan masih minim dan pelaksanaan standar pelayanan minimum belum mantap.
Upaya mengatasi permasalahan tersebut di atas, dilakukan melalui reformasi administrasi pemerintahan daerah dengan merevisi kedua UU tersebut menjadi UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Melalui kebijakan tersebut diharapkan antara lain: (1) memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan; dan (2) menata kelembagaan pemerintah daerah agar lebih proporsional berdasarkan kebutuhan nyata daerah, ramping, hierarki yang pendek, bersifat jejaring, fleksibel dan adaptif, diisi banyak jabatan fungsional dan terdesentralisasi kewenangannya, sehingga mampu memberikan pelayanan masyarakat dengan lebih baik dan efisien, serta berhubungan kerja antar tingkat pemerintah, dengan DPRD, masyarakat, dan lembaga non pemerintah secara optimal sesuai dengan peran dan fungsinya.
Dalam rangka pelaksanaan UU tersebut, pemerintah menerbitkan kebijakan pelaksanaan yang mendasari pengaturan kelembagaan organisasi perangkat daerah, antara lain: (1) PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan (2) PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, sebagai pengganti PP No. 8/2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, karena belum cukup memberikan pedoman yang menyeluruh bagi penyusunan dan pengendalian organisasi perangkat daerah yang dapat menangani seluruh urusan pemerintahan. Kebijakan pelaksanaan yang baru diterbitkan ini dimaksudkan sebagai acuan dalam rangka penyempurnaan administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan perangkat daerah. Selanjutnya, pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota menindaklanjuti kebijakan tersebut di atas dengan menata ulang organisasi perangkat daerahnya sesuai dengan kebijakan yang baru diberlakukan. Hal ini mengindikasikan kembali fenomena reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan organisasi perangkat daerah.
Sehubungan dengan fenomena kebijakan organisasi perangkat daerah yang silih berganti, menarik untuk dikaji mengenai “reformasi administrasi pemerintah daerah dari aspek organisasi perangkat daerah”, mengingat belum efektif dan efisiennya kelembagaan perangkat daerah, sehingga dapat diketahui sejauhmana reformasi administrasi pemerintahan daerah berlangsung dalam aspek kelembagaan perangkat daerah.
PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN URUSAN WAJIB DAN PILIHAN
Reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan perangkat daerah dalam satu dasawarsa ini ditandai dengan berbagai kebijakan kelembagaan yang diterbitkan silih berganti, sebagaimana telah diuraikan. Adapun kebijakan yang terbaru dan berlaku saat ini ialah PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Kedua kebijakan ini saling berkaitan satu sama lain, dimana dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani.
Dengan kata lain, diperlukan penataan organisasi perangkat daerah dengan adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah berupa urusan wajib dan urusan pilihan pilihan. Berikut ini pembahasan urusan pemerintahan daerah dan organisasi perangkat daerah sesuai dengan perkembangan kebijakan terbaru.
Urusan Pemerintahan Daerah
Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat.
Urusan pemerintahan dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) yaitu: (1) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan sepenuhnya pemerintah (mencakup urusan Politik luar Negeri; Pertahanan; Keamanan; Yustisi; Moneter dan fiscal nasional; Agama); (2) urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan; (3) urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar; dan (4) urusan pilihan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan (lihat tabel 1).
Dari klasifikasi tersebut, terdapat urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan, terdiri atas 31 (tigapuluh satu) bidang urusan. Pembagian urusan pemerintahan dilakukan berdasarkan kriteria ekternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Selanjutnya, 31 (tigapuluh satu) bidang urusan pemerintahan ini diuraikan ke dalam sub bidang dan setiap sub bidang terdiri dari sub-sub bidang. Pembagian bersama urusan pemerintahan menghasilkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah, dan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Tabel 1: Urusan Pemerintahan
Kewenangan Pemerintah *)
Urusan Pemerintah **)
Urusan Wajib
Provinsi, Kab./Kota ***)
Urusan Pilihan
Prov, Kab./Kota****)
1. Politik luar Negeri;
2. Pertahanan;
3. Keamanan;
4. Yustisi;
5. Moneter dan fiscal nasional;
6. Agama.
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
3. Pekerjaan Umum;
4. Perumahan;
5. Penataan ruang;
6. Perencanaan Pembangunan;
7. Perhubungan;
8. Lingkungan Hidup;
9. Pertanahan;
10. Kependudukan dan Catatan Sipil;
11. Pemberdayaan Perempuan dan
perlindungan anak;
12. Keluarga berencana & keluarga sejahtera;
13. Sosial;
14. Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
15. Koperasi dan usaha kecil dan menengah;
16. Penanaman modal;
17. Kebudayaan dan pariwisata;
18. Kepemudaan dan olah raga;
19. Kesatuan bangsa & politik dalam negeri;
20. Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
21. Pemberdayaan masyarakat dan desa;
22. Statistik;
23. Kearsipan;
24. Perpustakaan;
25. Komunikasi dan Informatika;
26. Pertanian dan ketahanan pangan;
27. Kehutanan;
28. Energi dan sumberdaya mineral;
29. Kelautan dan perikanan;
30. Perdagangan, dan
31. Perindustrian.
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
3. Lingkungan Hidup;
4. Pekerjaan Umum;
5. Penataan ruang;
6. Perencanaan Pembangunan;
7. Perumahan;
8. Kepemudaan dan Olahraga;
9. Penanaman Modal;
10. Koperasi dan UKM;
11. Kependudukan & catatan sipil
12. Ketenagakerjaan;
13. Ketahanan pangan;
14. Pemberdayaan perempuan & perlindungan anak;
15. KB dan keluarga sejahtera;
16. Perhubungan;
17. Komunikasi dan informatika;
18. Pertanahan;
19. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
20. Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
21. Pemberdayaan masy. & desa;
22. Sosial;
23. Kebudayaan;
24. Statistik;
25. Kearsipan; dan
26. Perpustakaan.
1. Kelautan dan Perikanan;
2. Pertanian;
3. Kehutanan;
4. Energi & sumber daya mineral;
5. Pariwisata;
6. Industri;
7. Perdagangan,
8. Ketransmigrasian.
Sumber: UU Nomor 32/2004 dan PP Nomor 38/2007.
Keterangan:
*) Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan sepenuhnya pemerintah;
**) Urusan Pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah dan pemda (provinsi, kabupaten dan kota);
***) Urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan pemda provinsi, kabupaten/kota;
****) Urusan pilihan yang secara nyata ada dan berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
Berdasarkan UU No. 32/2004 dan PP No. 38/2007 ditentukan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah mencakup urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi berskala provinsi, sedangkan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota berskala kabupaten/kota. Urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota pada umumnya merupakan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Sedangkan urusan yang bersifat pilihan, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah provinsi, kabupaten/kota yang bersangkutan, seperti pertanian dan pariwisata. Dengan adanya urusan wajib dan pilihan ini menjadi dasar penyusunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah.
Organisasi Perangkat Daerah
Konsep perangkat daerah, tidak lepas dari konsep struktur organisasi yang di dalamnya mencakup antara lain sistem hubungan kewenangan dan tugas. Jones (1995: 12) mendefinisikan bahwa: Organizational structure is the formal system of rules and task and authority relationships that control how people cooperate and use resources to achieve the organization’s goals. Demikian pula dalam penyusunan organisasi perangkat daerah tidak lepas dari adanya kewenangan dan tugas yang menjadi urusan pemerintahan yang perlu ditangani.
Penyusunan organisasi perangkat daerah berdasarkan penjelasan UU Nomor 32/2004 dinyatakan antara lain bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari: unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; dan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan factor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Kebijakan pelaksanaan penyusunan organisasi perangkat daerah yang berlaku saat ini antara lain PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007, sedangkan petunjuk teknisnya antara lain: Permendagri No. 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah; dan Permendagri No. 64/2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007 berkaitan satu sama lain dimana dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Dalam PP No. 38/2007 pasal 12 dinyatakan bahwa urusan pemerintahan wajib dan pilihan menjadi dasar penyusunan susunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah. Namun demikian, untuk menyelenggarakan suatu urusan tidak serta merta harus dibentuk organisasi baru berupa satuan kerja perangkat daerah tersendiri untuk menanganinya. Dalam kaitan ini, PP No. 41/2007 menegaskan antara lain ”penanganan urusan tidak harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri”. Dengan demikian, penyelenggaraan urusan tersebut dilaksanakan oleh perangkat daerah yang melaksanakan beberapa urusan sesuai perumpunan urusan. Dalam hal beberapa urusan yang ditangani oleh satu perangkat daerah, maka penggabungannya sesuai dengan perumpunan urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah.
PP No. 41/2007 mengatur antara lain perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk baik dinas maupun lembaga teknis daerah seperti badan, kantor, inspektorat dan rumah sakit, sebagai berikut:
1. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas terdiri dari: Bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga; Bidang Kesehatan; Bidang Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Bidang Perhubungan, Komunikasi dan Informatika; Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil; Bidang Kebudayaan dan Pariwisata; Bidang Pekerjaan Umum yang meliputi Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Tata Ruang; Bidang Perekonomian meliputi koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah, industri dan perdagangan; Bidang Pelayanan Pertanahan; Bidang Pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan; Bidang Pertambangan dan Energi; serta Bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset.
2. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk Badan, Kantor, Inspektorat dan RS terdiri dari: Bidang Perencanaan Pembangunan dan Statistik; Bidang Penelitian dan Pengembangan; Bidang Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat; Bidang Lingkungan Hidup; Bidang Ketahanan Pangan; Bidang Penanaman Modal; Bidang Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi; Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa; Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana; Bidang Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan; Bidang Pengawasan; dan Bidang Pelayanan Kesehatan.
Perangkat daerah dapat diidentifikasi atas dasar kedudukan, tugas dan fungsinya. Dalam PP No. 41/2007 diatur antara lain bahwa perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Sedangkan tugas dan fungsi perangkat daerah khususnya dinas dan lembaga teknis daerah, adalah sebagai berikut:
1. Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, yang bertugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sedangkan fungsinya: Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya; penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya; pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya, dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas, berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
2. Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah, yang bertugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik. Sedangkan fungsinya: perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya; pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Lembaga teknis daerah dapat berbentuk badan, kantor dan rumah sakit. Lembaga teknis daerah yang berbentuk badan dipimpin oleh kepala badan, yang berbentuk kantor dipimpin oleh kepala kantor, dan yang berbentuk rumah sakit dipimpin oleh direktur. Kepala dan direktur berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada bupati/ Walikota melalui sekretaris daerah.
Besaran organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan variabel: jumlah penduduk; luas wilayah; dan jumlah APBD. Perhitungan variabel tersebut dimuat dalam lampiran PP No. 41/2007 (Tabel 2).
Tabel 2: Penetapan Variabel Besaran Organisasi Perangkat Daerah
(untuk Kabupaten di luar pulau Jawa dan Madura)
No.
Variabel
Kelas Interval
Nilai
1.
Jumlah Penduduk (jiwa)
< 150.000
150.001-300.000
300.001-450.000
450.001-600.000
> 600.000
8
16
24
32
40
2.
Luas wilayah (km2)
< 1.000
1001-2.000
2.001-3.000
3.001-4.000
> 4.000
7
14
21
28
35
3.
Jumlah APBD (Rp)
< 200.000.000.000,00
200.000.000.001,00 -
400.000.000.000,00
400.000.000.001,00 -
600.000.000.000,00
600.000.000.001,00 -
800.000.000.000,00
> 800.000.000.000,00
5
10
15
20
25
Sumber: Lampiran PP No. 41/2007.
Dengan menggunakan instrumen penilaian tersebut, dapat dihitung nilai untuk menentukan besaran organisasi perangkat daerah (khususnya dinas dan lembaga teknis daerah) yang dapat disusun. Berdasarkan PP No. 41/2007, klasifikasi besaran organisasi perangkat daerah kabupaten, sebagai berikut:
1. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40 memiliki dinas paling banyak 12; dan lembaga teknis daerah paling banyak 8;
2. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 sampai 70 memiliki dinas paling banyak 15; dan lembaga teknis daerah paling banyak 10;
3. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai lebih dari 70 memiliki dinas paling banyak 18; dan lembaga teknis daerah paling banyak 12.
PENELITIAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN
Untuk mengetahui sejauhmana reformasi administrasi pemerintahan daerah berlangsung dalam aspek kelembagaan perangkat daerah, dilakukan penelitian mandiri melalui penelitian kepustakaan dengan membaca buku/literatur yang relevan. Dengan cara demikian diperoleh data sekunder yang dibutuhkan menyangkut organisasi perangkat daerah. Setelah pengumpulan dan pengolahan data dilakukan analisis data menggunakan teknik deskriptif-kualitatif.
Dalam penelitian ini ditentukan sampel daerah menggunakan teknik purposive sampling, sehingga sampel yang dipilih adalah kabupaten Pasaman dan kabupaten Sijunjung. Alasan memilih ke-2 (dua) daerah tersebut adalah bahwa dalam penelitian kepustakaan ini dibutuhkan data organisasi perangkat daerah, maka sampel yang dipilih ialah sembarang pemerintah daerah yang menerbitkan buku memuat informasi data terbaru menyangkut organisasi perangkat daerahnya baik kualitatif maupun kuantitatif. Sehubungan pemerintah daerah kabupaten Pasaman dan pemerintah daerah kabupaten Sijunjung masing-masing telah menerbitkan buku dimaksud yang memuat data terbaru kondisi organisasi perangkat daerahnya tahun 2007, maka kedua daerah tersebut dipilih sebagai sumber data. Sedangkan alasan penentuan daerah kajian sebanyak 2 (dua) daerah, adalah dipenuhinya jumlah minimal untuk melakukan perbandingan yang diperlukan. Sebagai pembanding dipilih daerah yang memiliki nilai besaran organisasi meliputi variabel jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD yang setara. Pengambilan sampel ini tidak dimaksudkan untuk menggeneralisasi dimana kesimpulan yang diambil tidak diberlakukan untuk populasi.
Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, sedangkan kebutuhan akan data sekunder dapat dipenuhi melalui penelitian kepustakaan, maka tidak dilakukan penelitian lapangan ke daerah. Deskripsi data dan analisis organisasi perangkat daerah kabupaten Sijunjung dan kabupaten Pasaman sebagaimana disajikan berikut ini.
Deskripsi Data
Berikut ini disajikan data sampel daerah kabupaten Sijunjung; dan kabupaten Pasaman, memuat antara lain profil daerah dan jumlah serta nomenklatur/penamaan organisasi perangkat daerah masing-masing.
Pertama, kabupaten Sijunjung terletak di wilayah provinsi Sumatera Barat. Profil kabupaten Sijunjung tahun 2007 ditinjau dari 3 (tiga) variabel untuk menghitung besaran organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk dengan mempertimbangkan luas wilayah kerja, jumlah penduduk, dan faktor keuangan, sebagai berikut: (1) jumlah penduduk 199.878 jiwa; (2) luas wilayah 3.130,80 km2; (3) dan jumlah APBD Rp 412.139.054.660,- (Kabupaten Sijunjung dalam Angka 2008).
Penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Sijunjung oleh Bupati dan Wakil Bupati dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas-dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan. Pada Sekretariat Daerah terdapat 3 (tiga) asisten yang terdiri dari Asisten I membidangi masalah pemerintahan, politik dan keamanan; Asisten II membidangi masalah ekonomi dan pembangunan; dan asisten III membidangi masalah administrasi dan kesejahteraan rakyat. Ketiga asisten tersebut mengkoordinasi 10 (sepuluh) bagian yang ada di dalam kesekretariatan. Urusan yang lebih teknis dilaksanakan oleh dinas-dinas yang membantu mengurusi berbagai masalah teknis sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Di samping itu, ada lembaga teknis daerah berbentuk badan dan kantor.
Struktur organisasi dan tatakerja yang baik harus didukung oleh SDM yang tangguh. Sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan lebih baik. Pada tahun 2007 terdapat 4.082 PNS yang terdiri dari 1.832 laki-laki dan 2.250 perempuan. Dilihat dari golongan, jumlah pegawai bergolongan III lebih dominan yaitu 2.342 orang atau 57 persen sementara untuk golongan I hanya 87 orang. Dari segi pendidikan, pegawai menyebar pada hampir semua jenjang. Untuk tamatan SLTA sebanyak 1.092 orang, untuk DII ada 349 orang. Selanjutnya S1 sebanyak 1.171 orang, S2 ada sebanyak 42 orang.
Jumlah dan nomenklatur organisasi perangkat daerah khususnya yang berupa dinas-dinas dan lembaga teknis daerah di lingkungan Pemda Kabupaten Sijunjung tahun 2007, ada sebanyak 21 terdiri dari 13 dinas dan 8 badan/kantor. Sedangkan nomenklaturnya sebagaimana disajikan dalam tabel 3. Pada organisasi perangkat daerah tersebut, ada sebanyak 261 pejabat/jabatan struktural mencakup: 17 pejabat eselon II, 75 pejabat eselon III, dan 180 pejabat eselon IV. Untuk menanggulangi terbatasnya jabatan struktural, sebanyak 2.638 pegawai memilih jalur fungsional (lihat tabel 3).
Tabel 3: Nomenklatur dan Eselon Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Sijunjung, 2007
Nomenklatur Organisasi Perangkat Daerah
Eselon
Jml.
II
III
IV
Dinas-dinas:
1. Dinas Pendidikan
2. Dinas Kesehatan
3. Dinas Pekerjaan Umum
4. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
5. Dinas Perkebunan
6. Dinas Peternakan dan Perikanan
7. Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup
8. Dinas Koperasi, Industri, Perdagangan & Penanaman Modal
9. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
10. Dinas Pertambangan dan Enegi
11. Dinas Parsenibudpora
12. Perhubungan
13. Dinas PMPK
Jumlah Dinas = 13
Badan/Kantor:
14. Bapeda
15. BPKD
16. Badan Kepegawaian Daerah
17. Badan Pengawasan Daerah
18. Kantor Kependudukan, Catatan Sipil dan KB
19. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
20. Kantor Inforkom
21. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
Jumlah Badan/Kantor = 8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
-
-
-
-
4
4
5
3
4
4
5
4
5
4
4
4
5
4
4
4
4
1
1
1
1
11
10
12
14
9
9
11
10
10
8
8
7
12
10
9
7
8
3
4
4
4
16
15
18
18
14
14
16
15
16
13
13
12
18
15
14
12
13
4
5
5
5
Jumlah
17
75
180
261
Sumber: Kabupaten Sijunjung dalam Angka 2008 (diolah kembali).
Kedua, kabupaten Pasaman terletak di wilayah provinsi Sumatera Barat. Profil kabupaten Pasaman tahun 2007 ditinjau dari 3 (tiga) variabel untuk menghitung besaran organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk dengan mempertimbangkan luas wilayah kerja, jumlah penduduk, dan faktor keuangan, sebagai berikut: (1) jumlah penduduk 258.631 jiwa, (2) luas wilayah 3.947,63 km2; (3) dan jumlah APBD Rp 353.210.214.871,- (Kabupaten Pasaman dalam Angka 2008).
Tabel 4: Nomenklatur dan Eselon Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Pasaman, 2007
Nomenklatur Organisasi Perangkat Daerah
Eselon
Jml.
II
III
IV
Dinas-dinas:
1. Dinas Pekerjaan Umum
2. Dinas Pendidikan
3. Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana
4. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
5. Dinas Kehutanan
6. Dinas Perkebunan
7. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan
8. Dinas Pemuda dan Olahraga
9. Dinas Perindagkop dan Usaha Kecil dan Menengah
10. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
11. Dinas Pertambangan dan Enegi
12. Dinas Perikanan dan Peternakan
13. Dinas LH, Kebersihan dan Pertamanan
14. Dinas Pendapatan Daerah
Jumlah Dinas = 14
Badan/Kantor:
15. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
16. Inspektorat
17. Badan Kepegawaian Daerah
18. Kantor Arsip dan Perpustakaan
19. Kantor Satpol PP
20. Kantor Perhubungan
21. Kantor Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil
22. Rumah Sakit Umum
23. Kantor KPU
24. Kantor Parsenibud
25. Kantor PDE
26. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
Jumlah Badan/Kantor = 12
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
5
5
5
5
4
4
5
5
5
5
5
4
5
4
4
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
15
11
8
16
10
9
10
10
13
12
10
14
6
10
8
8
8
4
4
4
3
2
4
4
4
4
20
17
14
22
16
14
15
16
19
18
16
20
11
16
13
13
13
5
5
5
4
3
5
5
5
5
Jumlah
17
87
211
315
Sumber: Kabupaten Pasaman dalam Angka 2008 (diolah kembali).
Pemerintahan daerah kabupaten Pasaman, diselenggarakan oleh Bupati dan Wakil Bupati dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas-dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan. Pada Sekretariat Daerah terdapat 3 (tiga) asisten yang terdiri dari Asisten I membidangi masalah pemerintahan, politik dan keamanan; Asisten II membidangi masalah ekonomi dan pembangunan; dan asisten III membidangi masalah administrasi dan kesejahteraan rakyat. Ketiga asisten tersebut akan mengkoordinasi 10 (sepuluh) bagian yang ada di dalam kesekretariatan. Urusan yang lebih teknis dilaksanakan oleh dinas-dinas yang membantu mengurusi berbagai masalah teknis sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Di samping itu, ada lembaga teknis daerah berbentuk badan dan kantor serta rumah sakit.
Struktur organisasi dan tatakerja di Kabupaten Pasaman didukung oleh SDM yang diharapkan dapat mewujudkan pemerintahan kabupaten Pasaman yang diinginkan. Tahun 2007 terdapat 4.147 PNS yang terdiri dari 2.104 laki-laki dan 2.043 perempuan.
Jumlah dan nomenklatur organisasi perangkat daerah khususnya yang berupa dinas-dinas dan lembaga teknis daerah di lingkungan Pemda Kabupaten Sijunjung tahun 2007, ada sebanyak 26 terdiri dari 14 dinas dan 12 badan/kantor. Sedangkan nomenklaturnya sebagaimana disajikan dalam tabel 4. Pada organisasi perangkat daerah tersebut, ada sebanyak 17 pejabat eselon II, 87 pejabat eselon III, dan 211 pejabat eselon IV (lihat tabel 4).
Analisis Data
Berdasarkan perolehan data dilakukan analisis data meliputi kesesuaian jumlah organisasi perangkat daerah kabupaten yang bersangkutan; dan nomenklatur dinas dan badan/kantor masing-masing.
Pertama, berdasarkan variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah APBD kabupaten Sijunjung dan kabupaten Pasaman; dan penetapan variabel besaran organisasi perangkat daerah sebagaimana telah disebutkan, dapat dilakukan penilaian untuk menghitung besaran organisasi perangkat daerah kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Pasaman (lihat tabel 5).
Tabel 5: Nilai Besaran Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Sijunjung dan kabupaten Pasaman, 2007
No.
Variabel
Kab. Sijunjung
Kab. Pasaman
Jumlah
Nilai
Jumlah
Nilai
1.
2.
3.
Jumlah Penduduk (jiwa)
Luas wilayah (km2)
Jumlah APBD (Rp)
199.878
3.130,80
412.139.054.660,-
16
28
15
258.631
3.947,63
353.210.214.871,-
16
28
10
Jumlah
59
54
Melalui analisis penilaian besaran organisasi perangkat daerah maka dapat diidentifikasi jumlah organisasi perangkat daerah yang seharusnya dibentuk pada kabupaten yang bersangkutan, sebagai berikut:
1. Kabupaten Sijunjung dengan nilai 59 (limapuluh sembilan) sesuai PP No. 41/2007 maka dapat membentuk paling banyak 15 (lima belas) Dinas; dan 10 (sepuluh) lembaga teknis daerah (Badan/kantor). Sedangkan jumlah organisasi perangkat daerah saat ini berupa dinas ada sebanyak 13 (tiga belas), dan badan/kantor ada sebanyak 8 (delapan). Dengan demikian jumlah dinas dan badan/kantor yang ada tidak melebihi atau sesuai ketentuan PP No. 41/2007, sebagaimana telah disebutkan.
2. Kabupaten Pasaman dengan nilai 54 (limapuluh empat) sesuai PP No. 41/2007 maka dapat membentuk paling banyak 15 (lima belas) Dinas dan 10 (sepuluh) lembaga teknis daerah (Badan/kantor). Sedangkan jumlah organisasi perangkat daerah saat ini berupa dinas ada sebanyak 14 (empat belas), dan badan/kantor ada sebanyak 12 (dua belas). Dengan demikian jumlah perangkat daerah berupa dinas yang ada sekarang sesuai ketentuan PP No. 41/2007; tetapi jumlah badan/kantor yang ada sekarang melebihi ketentuan bahwa jumlah badan/kantor paling banyak 10 (sepuluh) sebagaimana telah disebutkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya penataan organisasi perangkat daerah dengan mengurangi kelebihan jumlah badan/kantor sehingga sesuai PP No. 41/2007 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kelembagaan pemerintahan daerah.
Kedua, reformasi pada tataran pemerintah daerah antara lain di bidang organisasi perangkat daerah diarahkan untuk terciptanya organisasi yang efisien, efektif, rasional dan proporsional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah serta adanya koordinasi, integrasi sinkronisasi dan simplifikasi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah yang diformulasikan berdasarkan prinsip-prinsip kelembagaan yang terdiri atas unsur pimpinan, unsur staf, unsur perencana, unsur pelaksana, unsur pendukung dan unsur pelayanan. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Berdasarkan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah seperti badan, kantor, inspektorat dan rumah sakit, sebagaimana telah diuraikan (PP No. 41/2007), diketahui urusan-urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah dan bidang-bidang urusan yang ditanganinya, maka dapat disusun nomenklatur organisasi perangkat daerah dan urusan-urusan yang dapat ditanganinya (lihat table 6).
Tabel 6: Nomenklatur Organisasi Perangkat Daerah dan Urusan yang ditangani
No.
Nomenklatur Perangkat Daerah
Urusan yang ditangani
Dinas-dinas:
1.
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga;
Bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga;
2.
Dinas Kesehatan;
Bidang Kesehatan;
3.
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
Bidang Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
4.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
Bidang Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
5.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil;
6.
Dinas Pariwisata dan Budaya;
Bidang Kebudayaan dan Pariwisata;
7.
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset;
Bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset;
8.
Dinas Pertanahan;
Bidang Pelayanan Pertanahan;
9.
Dinas Pertambangan dan Energi;
Bidang Pertambangan dan Energi;
10.
Dinas Pekerjaan Umum;
Bidang Pekerjaan Umum meliputi Bina Marga, Pengairan,
Cipta Karya dan Tata Ruang;
11.
Dinas Koperasi UMKM, Industri dan Perdagangan;
Bidang Perekonomian, koperasi dan usaha mikro, kecil dan
menengah, industri dan perdagangan;
12.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan, Kelautan dan Perikanan, Perkebunan dan Kehutanan
Bidang Pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan
darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan;
Badan/Kantor:
13.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah & Statistik
Bidang Perencanaan Pembangunan dan Statistik;
14.
Badan Penelitian dan Pengembangan;
Bidang Penelitian dan Pengembangan;
15.
Badan Ketahanan Pangan;
Bidang Ketahanan Pangan;
16.
Badan Penanaman Modal;
Bidang Penanaman Modal;
17.
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan;
Bidang Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan;
18.
Kantor Kesatuan Bangsa, Politik & Perlindungan Masy.
Bidang Kesatuan Bangsa, Politik & Perlindungan Masyarakat;
19.
Kantor Lingkungan Hidup;
Bidang Lingkungan Hidup;
20.
Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi;
Bidang Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi;
21.
Kantor Pemberdayaan Masy. dan Pemerintahan Desa;
Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa;
22.
Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB;
Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana;
23.
Inspektorat;
Bidang Pengawasan;
24.
Rumah Sakit Daerah.
Bidang Pelayanan Kesehatan.
Analisis kelembagaan berdasarkan nomenklatur organisasi perangkat daerah (dinas-dinas, dan badan/kantor) dan urusan yang ditangani pada kabupaten yang bersangkutan, sebagai berikut.
1. Kabupaten Sijunjung
a. Nomenklatur dinas: Dari 13 (tigabelas) dinas yang ada, umumnya memiliki nomenklatur sesuai perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007. Sedangkan 2 (dua) diantaranya memiliki nomenklatur campuran antara dinas dan badan/kantor, yaitu: (1) Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup; dan (2) Dinas Koperasi, Industri, Perdagangan dan Penanaman Modal. Seharusnya, urusan lingkungan hidup dan penanaman modal diwadahi dalam bentuk badan/kantor tersendiri sebagaimana ketentuan PP No. 41/2007.
b. Nomenklatur badan/kantor: Dari 8 (delapan) badan/kantor yang ada, umumnya memiliki nomenklatur sesuai perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007.
c. Dalam rangka penataan organisasi perangkat daerah (dinas-dinas, badan/ kantor) ke depan, pemerintah daerah kabupaten Pasaman perlu melakukan penyesuaian terutama nomenklatur dinas-dinas yang ada sesuai dengan PP No. 41/2007 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kelembagaan organisasi perangkat daerah.
2. Kabupaten Pasaman
a. Nomenklatur dinas: Dari 14 (empat belas) dinas yang ada, umumnya memiliki nomenklatur sesuai perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007. Sedangkan 3 (tiga) diantaranya mempunyai nomenklatur yang tidak sesuai perumpunan, yaitu: (1) Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana. Dinas ini memiliki nomenklatur campuran antara dinas dan badan/kantor. Seharusnya urusan Keluarga Berencana diwadahi ke dalam bentuk kantor, dengan nomenklatur Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana; (2) Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan. Dinas ini memiliki nomenklatur tidak sesuai perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Seharusnya urusan pemberdayaan masyarakat dan perempuan diwadahi ke dalam bentuk kantor, dengan nomenklatur Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa; atau Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB; (3) Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan. Dinas ini memiliki nomenklatur yang tidak tercantum dalam perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007. Seharusnya, urusan lingkungan hidup diwadahi ke dalam bentuk kantor, dengan nomenklatur Kantor Lingkungan Hidup.
b. Nomenklatur badan/kantor: Dari 12 (duabelas) badan/kantor yang ada, umumnya memiliki nomenklatur sesuai perumpunan urusan sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007. Sedangkan 2 (dua) diantaranya mempunyai nomenklatur yang tidak sesuai perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk kantor, yaitu: (1) Kantor Perhubungan; dan (2) Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya (Parsenibud). Seharusnya, urusan tersebut diwadahi dalam bentuk dinas, dengan nomenklatur Dinas Perhubungan; dan Dinas Pariwisata dan Budaya.
c. Dalam rangka penataan organisasi perangkat daerah (dinas-dinas, badan/ kantor) ke depan, pemerintah daerah kabupaten Pasaman perlu melakukan penyesuaian nomenklatur dinas-dinas dan badan/kantor yang ada sesuai perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas atau badan/kantor, sebagaimana diatur dalam PP No. 41/2007 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kelembagaan organisasi perangkat daerah.
PENUTUP
Orientasi peran administrasi negara pasca dasawarsa reformasi di Indonesia antara lain masih diletakkan pada reformasi administrasi pemerintahan daerah dalam aspek kelembagaan melalui penataan organisasi perangkat daerah. Di kabupaten Sijunjung ditemukan jumlah dan nomenklatur organisasi perangkat daerah (dinas, badan/kantor) pada umumnya sesuai dengan ketentuan tentang organisasi perangkat daerah yang diatur dalam PP No. 41/2007; sedangkan di kabupaten Pasaman ditemukan jumlah dan nomenklatur organisasi perangkat daerah (dinas, badan/kantor) yang tidak sesuai dengan ketentuan dimaksud.
Saran dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efekttivitas penyelenggaraan kelembagaan organisasi perangkat daerah kabupaten terkait perlu melakukan upaya-upaya penataan organisasi perangkat daerah sesuai PP No. 41/2007 seperti menyesuaikan jumlah organisasi perangkat daerah sesuai besaran organisasi perangkat daerah kabupaten; dan menata nomenklatur dinas-dinas dan badan/kantor yang ada sesuai perumpunan urusan-urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas, badan dan kantor.
--- o0o ---
DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA dan BPS Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman dalam Angka 2008, Lubuk Sikaping, 2008;
BPS Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Sijunjung dalam Angka 2008, Muaro Sijunjung 2008;
Gareth R. Jones, Organizational Theory: Text and Cases, Texas, 1995;
Lembaga Administrasi Negara, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta, 2003;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 57/2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;
Peraturan Presiden No. 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
Peraturan Pemerintah No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
Peraturan Pemerintah No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
Peraturan Pemerintah No. 8/2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah;
Peraturan Pemerintah No. 84/2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah;
Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Langganan:
Postingan (Atom)