Rabu, 21 Oktober 2020

Peningkatan Peran Jabatan Fungsional Peneliti Sebagai Aparatur Sipil Negara Pada Era Reformasi Birokrasi










PENDAHULUAN

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, sebagai tindaklanjut Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, telah menimbulkan implikasi terhadap kebijakan jabatan fungsional peneliti, diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang Mencapai Batas Usia Pensiun bagi Pejabat Fungsional, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena sudah tidak sesuai dengan tuntutan dan tantangan pada era reformasi birokrasi masa kini. 


Berdasarkan implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil tersebut,

dipandang perlu   melakukan      penelitian    tentang peningkatan peran jabatan fungsional peneliti sebagai ASN pada era reformasi birokrasi. Dengan rumusan permasalahan, bagaimana peningkatan peran jabatan fungsional peneliti sebagai aparatur sipil negara pada era reformasi birokrasi? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan peran jabatan fungsional peneliti sebagai aparatur sipil negara pada era reformasi birokrasi.


METODE

Penelitian ini difokuskan pada kebijakan jabatan fungsional peneliti dengan mengambil lokus di Indonesia, dan penelitian ini dilaksanakan tahun 2017. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan menggunakan metode studi pustaka (library research). Penelitian pustaka dilakukan dengan cara membaca dan menelaah literatur dan kebijakan yang relevan dengan penelitian ini.  Metode ini digunakan untuk dapat mengumpulkan data sekunder yang relevan. Selanjutnya, data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan serta menarik kesimpulan.


HASIL DAN PEMBAHASAN 

Hasil penelitian ini menguraikan tentang peran dan permasalahan peneliti serta pembahasan solusi permasalahan jabatan fungsional peneliti sebagai aparatur sipil negara pada era reformasi birokrasi. 

Pertama, Peran Peneliti. Peneliti memiliki tugas dan fungsi di bidang penelitian dan pengembangan, dengan melaksanakan berbagai peran sesuai sektor masing-masing. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek). Peran yang seharusnya dilakukan oleh peneliti berdasarkan undang-undang tersebut, sebagaimana uraian berikut ini. 

Peran peneliti dalam kegiatan penelitian. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang iptek serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu dan teknologi. 

Peran peneliti dalam kegiatan pengembangan. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi.

Peran peneliti dalam penerapan. Penerapan adalah pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, iptek yang telah ada ke dalam kegiatan perekayasaan, inovasi serta difusi teknologi.  

Peran peneliti dalam perekayasaan. Perekayasaan adalah kegiatan penerapan iptek dalam bentuk desain dan rancang bangun untuk menghasilkan nilai, produk/ proses produksi dengan mempertimbangkan keterpaduan sudut pandang/ konteks teknikal, fungsional, bisnis, sosial budaya dan estetika. 

Peran peneliti dalam inovasi. Inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan/perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan iptek yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. Penerapan hasil inovasi secara lebih ekstensi oleh penemunya/pihak-pihak lain dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna potensinya. 

Peran peneliti dalam alih teknologi. Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai iptek antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya.

Selain itu, peneliti juga berperan dalam proses penyusunan kebijakan. Chaniago, Andrianof (2015) menyatakan peran peneliti sangat penting dalam menghasilkan kebijakan berkualitas. Peneliti yang selama ini bergelut dengan berbagai scientific tools dan memiliki academic credentials, dapat membuat policy research dan mengusulkannya sebagai rekomendasi kebijakan. Peneliti dapat menyumbang konsep, pemikiran, penemuan, teori, dan pendekatan baru yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam mencapai sasaran yang ditetapkan dalam rencana pembangunan dan melaksanakan Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita), seperti ketahanan pangan, ketahanan energi, kemaritiman, kelautan, industri dan pariwisata.

Dengan demikian, peran peneliti meliputi: (1) penelitian, (2) pengembangan; (3) penerapan; (4) perekayasaan, (5) inovasi, (6) difusi teknologi, (7) alih teknologi, dan (8) proses perumusan kebijakan, sesuai dengan sektor pembangunan masing-masing. 

Berdasarkan peran tersebut maka pejabat fungsional peneliti diharapkan mampu meningkatkan perannya dalam berbagai kegiatan tersebut. Namun, dalam menjalankan peran tersebut, peneliti sebagai aparatur sipil negara pada era reformasi birokrasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang penelitian menghadapi sejumlah permasalahan. 

Kedua, permasalahan jabatan fungsional peneliti. Peneliti dalam lima tahun terakhir menghadapi permasalahan yang cukup menyita perhatian. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusinya. Permasalahan tersebut sebagaimana diuraikan berikut ini.

Masalah produktivitas peneliti yang rendah. Lakitan, Benyamin (2012) menyatakan secara umum, produktivitas ilmiah peneliti Indonesia masih tergolong rendah, baik jika diukur berdasarkan jumlah publikasi pada jurnal ilmiah maupun jika digunakan indikator akademik lainnya. Jika dibandingkan dengan produktivitas ilmiah negara anggota Asean, maka produktivitas pengembang iptek Indonesia masih belum membanggakan. Jauh tertinggal dibanding Singapura, Malaysia, dan Thailand. 

Kinerja yang ditunjukkan pada level makro tersebut menjadi semakin lebih menyedihkan jika ditelusuri lebih lanjut pada level individu pengembang iptek. Peneliti Indonesia kalah produktif dibanding pengembang iptek seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. 

Selain itu, permasalahan peneliti di Indonesia adalah adanya dominasi struktur, dan kultur birokratis, kualifikasi peneliti seringkali tidak memadai dan jumlah peneliti yang terbatas (Prasojo, Eko: 2012). 

Permasalahan pengurangan batas usia pensiun peneliti madya. Terbitnya PP No. 11 Tahun 2017 yang memuat ketentuan pengurangan batas usia pensiun jabatan fungsional kategori madya telah menimbulkan dampak terhadap sejumlah jabatan fungsional kategori madya di beberapa instansi pemerintah bakal berkurang menyusul direvisinya batas usia pensiun (BUP) dari semula 65 tahun menjadi 60 tahun. Salah satu jabatan fungsional yang paling terkena dampaknya adalah peneliti madya. Dalam regulasi sebelumnya (PP No. 21 tahun 2014 tentang BUP Pejabat Fungsional), usia pensiun jabatan fungsional adalah 65 tahun. Sedangkan dalam pasal 239 PP No. 11 tahun 2017 dinyatakan bahwa usia pensiun seluruh PNS fungsional madya adalah 60 tahun, termasuk peneliti. Saat ini ada 208 peneliti madya LIPI yang berusia 59 tahun. Artinya mereka ini berpotensi segera pensiun (Jawa Pos: 2017).

Terkait dengan permasalahan tersebut, Ismatul Hakim (2017) menyatakan bahwa lahirnya Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2017 Pasal 239 terkait pembatasan usia pensiun pejabat fungsional madya termasuk peneliti, dari 65 tahun (berdasarkan PP No. 21 tahun 2014) jadi 60 tahun telah menimbulkan kontroversi dan gejolak di kalangan para peneliti. 

Kontroversi terebut sebagai berikut: (1) Dengan PP tersebut ada sebanyak 516 (limaratus enambelas) peneliti dari sejumlah instansi pemerintah baik kementerian maupun lembaga pemerintah lainnya terpaksa pensiun dini. Padahal, mereka rata-rata masih produktif dan dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah riset inovatif; (2) Peraturan tersebut justru menimbulkan krisis baru di dunia riset, dimana saat ini jumlah peneliti di Indonesia masih terbatas, 9000-an orang, jauh dari target ideal. Sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan masalah bagi dunia riset yang mulai tumbuh dan berkembang saat ini.

Dengan demikian, permasalahan yang dihadapi dalam jabatan fungsional meliputi rendahnya produktivitas, kualifikasi yang kurang memadai dan jumlah peneliti yang semakin berkurang akibat pengurangan batas usia pensiun peneliti madya.

Ketiga, solusi untuk mengatasi permasalahan peneliti. Langkah-langkah yang untuk mengatasi permasalahan jabatan fungsional peneliti perlu ditempuh sebagai solusi sebagaimana diuraikan berikut ini.

Prasojo, Eko (2012) menawarkan arah kebijakan yang perlu diambil untuk mengatasi permasalahan peneliti antara lain desain kelembagaan penelitian yang sesuai, perbaikan kultur dan kualifikasi peneliti, penghargaan terhadap peneliti, outward looking dan strategic thinking; koordinasi yang lebih baik antar lembaga penelitian.

Pelaksanaan kebijakan untuk mengatasi permasalahan jabatan fungsional peneliti. Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengamanatkan bahwa pegawai ASN yang terdiri dari PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) harus dikelola dengan menerapkan manajemen berbasis sistem merit yang minitikberatkan profesionalisme.  Oleh karena itu, setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi. Di lain pihak, setiap instansi pemerintah    wajib    menyusun    rencana 

pengembangan kompetensi tahunan yang tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi masing-masing.

Selanjutnya, kebijakan ASN tersebut dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam Manajemen PNS dimuat berbagai ketentuan pokok tentang PNS, diantaranya pengembangan kompetensi. PNS memiliki hak untuk mengembangkan kompetensi minimal 20 (dua puluh) jam pelajaran per tahun, baik melalui metode klasikal dan non klasikal untuk peningkatan kinerja dalam rangka pengembangan karier. Sebaliknya, pemerintah memiliki kewajiban untuk merencanakan pengembangan kompetensi PNS yang dimuat dalam anggaran tahunan. Dengan demikian, PNS harus dikelola dengan manajemen berbasis sistem merit dengan menitikberatkan pada profesionalisme.  

Dengan demikian, permasalahan dalam jabatan fungsional peneliti pada era reformasi birokrasi perlu solusi perbaikan kultur dan kualifikasi peneliti melalui pengembangan kompetensi peneliti.




Pengembangan kompetensi Peneliti

Peningkatan peran jabatan peneliti sebagai aparatur sipil Negara dapat dilakukan melalui pengembangan kompetensi.  Undang-undang  Nomor 5 Tahun 2014 yang dijabarkan ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, mengamanatkan perlunya pengembangan kompetensi teknis, manajerial dan sosial kultural. Kompetensi teknis diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional dan pengalaman bekerja secara teknis. Kompetensi manajerial diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen dan pengalaman kepemimpinan. Kompetensi sosial kultural diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.

Dalam rangka pemenuhan kompetensi diperlukan pengembangan kompetensi peneliti. Proporsi kompetensi manajerial, sosial kultural dan teknis jabatan fungsional keahlian (lihat tabel 1).


Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kompetensi peneliti adalah tersedianya standar kompetensi teknis, manajerial dan sosial kultural. Standar kompetensi teknis jabatan fungsional peneliti telah disusun oleh instansi teknis Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Standar kompetensi tersebut dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. 



Sedangkan standar kompetensi manajerial dan standar kompetensi sosial kultural saat ini dalam proses penyusunan untuk selanjutnya akan ditetapkan oleh kantor menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.

Dalam pengembangan kompetensi, peneliti memiliki hak untuk mengembangkan kompetensi  minimal  20 (dua puluh) jam pelajaran per tahun, baik melalui metode klasikal dan non klasikal. Guna menjamin kelancaran pengembangan kompetensi tersebut maka setiap instansi pemerintah memiliki kewajiban untuk merencanakan pengembangan kompetensi ASN yang dimuat dalam anggaran tahunan, termasuk merencanakan pengembangan kompetensi jabatan fungsional peneliti ASN.

Pengembangan kompetensi jabatan peneliti sebagai aparatur sipil negara perlu diakomodasi kedalam 3 (tiga) tahapan pengembangan kompetensi ASN secara umum yang terdiri tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Perencanaan pengembangan kompetensi merupakan salah satu langkah nyata dari pejabat Pembina kepegawaian untuk memenuhi hak pegawai sebagai bentuk komitmen pemerintah mewujudkan profesionalitas dengan mempertimbangkan kebutuhan individu pegawai dan kebutuhan organisasi.

Selanjutnya, tahap pelaksanaan pengembangan kompetensi untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja pegawai termasuk peneliti dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, seminar dan penataran, selain itu pelaksanaan pengembangan       kompetensi       dapat dilakukan dengan melakukan pembimbingan, praktik kerja di instansi lain, dan melalui pertukaran antara ASN dengan pegawai swasta. 

Akhirnya, tahap evaluasi pengembangan kompetensi dilakukan oleh pejabat berwenang untuk menilai kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi ini digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengembangan karier jabatan fungsional peneliti.


SIMPULAN 

Peningkatan peran jabatan fungsional peneliti sebagai aparatur sipil negara yang profesional dengan hak mengembangkan kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural minimal 20 (duapuluh) jam pelajaran per tahun dilakukan melalui jalur klasikal dan non klasikal; dengan jenis pengembangan kompetensi pendidikan dan pelatihan, dan untuk peningkatan kinerja dalam rangka pengembangan karier. 

Saran dalam rangka pengembangan kompetensi jabatan fungsional peneliti maka kantor menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi perlu menetapkan standar kompetensi teknis, manajerial dan sosial kultural.


 REFERENSI


Lembaga Administrasi Negara. (2016). Pedoman Pengembangan Kompetensi ASN,  Jakarta. 

Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.


Artikel Majalah/ Jurnal:


Lakitan, Benyamin. 2012. “Penguatan Kapasitas Lembaga Litbang, Strategi untuk Indonesia”. Keynote Speech Menteri Negara Riset dan Teknologi, pada Stakeholders’ Meeting II Lembaga Admibnistrasi Negara, 27 November: Jakarta.

Prasojo, Eko. 2012.  “Kebijakan Penelitian 

dan Pengembangan Bidang Administrasi”. Bahan Presentasi Stakeholders’ Meeting II Lembaga Administrasi Negara, 27 November: Jakarta. 


Surat Kabar:

Hakim, Ismatul, 2017, “PP No. 11/2017 dan Jeritan Peneliti”.  Kompas, Rabu, 23 Agustus:  halaman 6, kolom 1. Jakarta.


Daring:

Anonim. 12 May 2017“ Peneliti LIPI Pensiun Lebih Awal”, (https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20170512/281569470647797, diakses 1 Agustus 2017).  

Chaniago, Andrinof . 12 Juni 2015.  “Peran Peneliti Sangat Penting Hasilkan Kebijakan Publik Berkualitas”, (https://www.gatra.com/nusantara-1/nasional-1/151405-menteri-andrinof-peran-peneliti-sangat-penting-hasilkan-kebijakan-publik-berkualitas.html, diakses 31 Agustus 2017).


.







___

Makalah dipresentasikan pada konferensi dan seminar nasional jabatan fungsional di Universitas Padjajaran Bandung, 12-13 Oktober 2017.






































 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar